REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Jurnalis Amerika Serikat (AS) Joby Warrick mengungkapkan petualang ilmuwan Suriah yang menjadi mata-mata lembaga intelijen AS, CIA. Dalam buku terbarunya "Red Line: The Unraveling of Syria and America's Race to Destroy the Most Dangerous Arsenal in the World" Warrick menulis AS mendapatkan informasi mengenai senjata kimia pemerintah Bashar Al-Assad.
Dalam buku tersebut Warrick mengungkapkan perjalanan dan peran ilmuwan tersebut dalam program senjata kimia Suriah sambil memberikan informasi pada AS. Warrick tidak mengungkapkan identitas ilmuwan tersebut yang hanya ia menyebut sebagai 'Ayman'.
Seperti dilansir dari Middle East Monitor, Selasa (23/3) buku "Red Line" menceritakan ilmuwan tersebut pulang ke Suriah usai mendapat beasiswa dan mengenyam pendidikan di AS pada tahun 1980-an. Ayman menjadi peneliti senior di program senjata kimia rahasia bernama Institute 3000 yang diam-diam bagian dari Scientific Studies and Research Centre (SSRC).
Sebuah lembaga yang didirikan ayah Al-Assad yakni Hafez. SSRC memimpin pengembangan senjata kimia Suriah.
Warrick mengutip wawancara dengan seorang pembangkang Suriah yang mengenal ilmuwan tersebut dan tiga orang 'mantan pejabat intelijen AS yang mengetahui kasus itu'.
Ayman menghubungi CIA saat ia berusia 30-an ketika sedang mengikuti sebuah konferensi di Eropa pada tahun 1990-an. Setelah agen CIA menghubunginya di Damaskus, ia mulai memberi CIA informasi-informasi rahasia seperti sampel racun saraf yang sedang dikerjakan Institute 3000. Ia kemudian menerima upah bulanan 'dalam bentuk uang tunai yang ditransfer ke rekening bank asing'.