REPUBLIKA.Co.ID, YANGON -- Negara anggota G7 dan Uni Eropa "dengan tegas" mengutuk kekerasan yang dilakukan oleh pasukan Myanmar terhadap aksi protes damai menyusul perebutan kekuasaan oleh militer negara itu.
"Militer dan polisi harus menahan diri dan menghormati hak asasi manusia dan hukum internasional," kata para menteri luar negeri G7 dan kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa Josep Borrell, dalam pernyataan bersama yang dirilis oleh Departemen Luar Negeri AS.
"Penggunaan amunisi langsung terhadap orang yang tidak bersenjata tidak dapat diterima. Siapapun yang menanggapi protes damai dengan kekerasan harus dimintai pertanggungjawaban," kata mereka.
"Kami mengutuk intimidasi dan penindasan terhadap mereka yang menentang kudeta," tambah pernyataan itu.
G7 dan Uni Eropa mengungkapkan keprihatinan mereka tentang "tindakan kekerasan terhadap kebebasan berekspresi" melalui pemadaman internet dan perubahan hukum yang "kejam".
Baca juga : Membangun Kekuatan Alutsista demi Kedaulatan Udara NKRI
"Penyerangan sistematis terhadap pengunjuk rasa, dokter, masyarakat sipil, dan jurnalis harus dihentikan, dan keadaan darurat harus dicabut," desak kelompok G7.