Sabtu 27 Feb 2021 13:31 WIB

AS Sebut Pembunuhan Khashoggi Atas Restu Pangeran MBS

Intelijen AS merilis laporan terkait penyelidikan kematian wartawan Jamal Khashoggi.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Nidia Zuraya
Putra Mahkota Arab Saudi Pangeran Mohammed bin Salman dan Raja Salman.
Foto: Saudi Royal Court/Bandar Algaloud
Putra Mahkota Arab Saudi Pangeran Mohammed bin Salman dan Raja Salman.

REPUBLIKA.CO.ID,  WASHINGTON -- Laporan intelijen Amerika Serikat (AS) yang dirilis Jumat (26/2) waktu setempat mengatakan, bahwa penguasa de facto Arab Saudi Mohammed bin Salman (MBS) menyetujui operasi untuk menangkap sekaligus membunuh jurnalis Jamal Khashoggi pada 2018 lalu. AS kemudian menjatuhkan sanksi pada beberapa yang terlibat dalam operasi tersebut, namun membebaskan putra mahkota Saudi sendiri dalam upaya menjaga hubungan dengan Kerajaan.

"Kami menilai bahwa Putra Mahkota Arab Saudi Muhammad bin Salman menyetujui operasi di Istanbul, Turki untuk menangkap atau membunuh jurnalis Saudi Jamal Khashoggi," kata Kantor Direktur Intelijen Nasional AS dalam laporan empat halaman seperti dilansir laman Kantor Berita Reuters, Sabtu (27/2).

Badan intelijen AS mendasarkan penilaiannya pada kendali putra mahkota atas pengambilan keputusan, keterlibatan langsung salah satu penasihat utamanya dan detail perlindungannya sendiri, serta dukungannya menggunakan tindakan kekerasan untuk membungkam para pembangkang di luar negeri, termasuk Khashoggi. "Sejak 2017, Putra Mahkota memiliki kendali mutlak atas organisasi keamanan dan intelijen Kerajaan, sehingga sangat tidak mungkin pejabat Saudi akan melakukan operasi seperti ini tanpa izin (dia)," kata laporan intelijen AS.

Dalam mendeklasifikasi laporan tersebut, Presiden AS Joe Biden mengubah penolakan Donald Trump untuk merilis laporan intelijen dengan dalih bertentangan dengan undang-undang 2019. Itu mencerminkan kesediaan AS untuk menantang kerajaan terkait masalah hak asasi manusia hingga Yaman.

"Laporan ini telah disimpan di sana, pemerintahan terakhir bahkan tidak akan merilisnya. Kami segera, ketika saya masuk, mengajukan laporan, membacanya, mendapatkannya, dan merilisnya hari ini. Dan sungguh keterlaluan apa yang terjadi," kata Biden di jaringan berbahasa Spanyol, Univision.

Dalam wawancara tersebut, Biden mengatakan bahwa dia telah mengatakan kepada Raja Saudi Salman bahwa Arab Saudi harus menangani pelanggaran hak asasi manusia sebagai prasyarat untuk berurusan dengan AS. "(Saya) menjelaskan kepadanya bahwa aturan berubah dan kami akan mengumumkan perubahan signifikan hari ini dan Senin," kata Biden.

Sejumlah langkah hukuman diambil AS kepada beberapa orang yang terlibat dalam pembunuhan Khashoggi pada Jumat. Hukuman tersebut diantaranya memberlakukan larangan visa pada beberapa orang Saudi yang diyakini terlibat dalam pembunuhan Khashoggi. AS juga memberikan sanksi pada orang lain, termasuk mantan wakil kepala intelijen Saudi, yang akan membekukan aset AS mereka dan umumnya melarang orang Amerika untuk bertransaksi dengan mereka. 

Pejabat AS juga mengatakan, bahwa pihaknya tengah mempertimbangkan untuk membatalkan penjualan senjata ke Arab Saudi. Penjualan yang dimaksudkan adalah yang menimbulkan masalah hak asasi manusia dan membatasi penjualan di masa depan untuk senjata "defensif", karena menilai kembali hubungannya dengan kerajaan dan perannya dalam perang Yaman.

Namun, Biden mengambil langkah untuk mempertahankan hubungan dengan kerajaan saat ia berusaha menghidupkan kembali kesepakatan nuklir 2015 dengan saingan regionalnya Iran. Biden juga mengambil langkah tipis untuk mengatasi tantangan lain termasuk memerangi ekstremisme Islam dan memajukan hubungan Arab-Israel.

Larangan Khashoggi

Dalam mengumumkan keputusan untuk melarang masuknya 76 orang Saudi di bawah kebijakan baru yang disebut "Khashoggi Ban," atau larangan Khashoggi, Departemen Luar Negeri AS mengatakan tidak akan mentolerir mereka yang mengancam atau menyerang aktivis, pembangkang dan jurnalis atas nama pemerintah asing. Departemen Keuangan menjatuhkan sanksi pada Ahmed Hassan Mohammed al-Asiri, mantan Wakil Kepala Kepresidenan Intelijen Umum Arab Saudi, dan Pasukan Intervensi Cepat (RIF) Arab Saudi sehubungan dengan pembunuhan Khashoggi.

Departemen Keuangan menuduh Asiri sebagai biang keladi operasi Khashoggi. Dia mengatakan beberapa anggota regu pembunuh yang dikirim untuk mencegat jurnalis itu adalah bagian dari RIF, bagian dari Pengawal Kerajaan Saudi yang hanya bertanggung jawab kepada putra mahkota.

Laporan intelijen AS menilai bahwa anggota RIF tidak akan bertindak tanpa persetujuan putra mahkota. Sebelum pengumuman, pejabat AS mengatakan, sanksi dan larangan visa tidak akan menargetkan putra mahkota.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement