REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2021 menjadi sorotan akhir-akhir ini. Sebab, untuk Penanaman Modal Baru dapat dilakukan di empat wilayah salah satunya Provinsi Papua. Menanggapi itu, beberapa tokoh masyarakat dan agama dari Provinsi Papua Barat, provinsi yang berbatasan langsung dengan Provinsi Papua ikut bertindak.
Wakil Gubernur Papua Barat, Mohammad Lakotani mengaku menerima kunjungan dari berbagai elemen masyarakat. Termasuk dari tokoh agama mulai dari Kristen, Protestan, Katolik, dan Islam. Mereka menyampaikan keberatan terkait penempatan Papua sebagai daerah untuk investasi di bidang minuman keras (miras).
“Tanpa investasi besar di bidang miras saja tingkat konsumsi di Papua sangat tinggi dan mengganggu. Berbagai stabilitas keamanan dan kecelakaan sebagian besar dipicu oleh persoalan miras. Oleh karena itu, para tokoh agama dan masyarakat menyampaika keberatan terkait legalisasi miras,” kata Lakotani saat dihubungi Republika.co.id, Senin (1/3).
Perpres tersebut, kata dia, membuat pemda berada dalam kondisi dilema. Sebab, di satu sisi ini merupakan kebijakan pemerintah pusat untuk mendorong investasi di daerah. Namun, di lain sisi ada dampak yang dihindari oleh pemda. Beberapa daerah di Papua Barat menetapkan peraturan daerah antimiras. Misal, Kabupaten Fakfak dan Kabupaten Kaimana ada peraturan daerah yang melarang miras diberlakukan.
“Di Kota Sorong juga ada perda tahun 2017 yang diberlakukan pelarangan miras golongan tertentu,” ucap dia.
Baca juga : Investasi Miras Justru Bebani Ekonomi Rp 256 Triliun
Beberapa waktu lalu pemerintah telah menetapkan industri minuman keras sebagai daftar positif investasi (DPI) yang tadinya masuk daftar negatif investasi (DNI). Kebijakan itu tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal. Beleid yang merupakan aturan turunan dari Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja ini telah diteken Presiden Joko Widodo dan mulai berlaku per 2 Februari 2021.
Aturan tersebut merupakan turunan dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Dalam Lampiran III Perpres Nomor 10 Tahun 2021 pada angka 31, 32, dan 33 ditetapkan bahwa bidang usaha industri minuman keras mengandung alkohol, alkohol anggur, dan malt terbuka untuk penanaman modal baru di Provinsi Bali, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, dan Papua dengan memperhatikan budaya serta kearifan setempat.