Rabu 03 Mar 2021 06:55 WIB

Jaksa KPK Jelaskan Pola Korupsi Mantan Sekretaris MA

Jaksa menilai Nurhadi sebagai dalang (puppet master) dalam perbuatan korupsi.

Jurnalis merekam sidang pembacaan tuntutan bagi terdakwa mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi (kanan) dalam kasus suap dan gratifikasi penanganan perkara di MA yang digelar secara virtual dari Pengadilan Tipikor di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (2/3/2021).
Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso
Jurnalis merekam sidang pembacaan tuntutan bagi terdakwa mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi (kanan) dalam kasus suap dan gratifikasi penanganan perkara di MA yang digelar secara virtual dari Pengadilan Tipikor di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (2/3/2021).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaksa Penuntut Umum (JPU) menjelaskan pola korupsi mantan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi. Jaksa menilai Nurhadi sebagai dalang (puppet master) dalam perbuatan korupsi.

"Dalam kasus ini kita bisa melihat suatu pola pencucian uang dengan model block chain di mana terdakwa I (Nurhadi) berusaha menjauhkan dari sumber uang dan menempatkan dirinya sebagai seorang 'puppets masters' (sang dalang)," kata JPU KPK Lie Putra Setiawan di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Selasa (2/3) malam.

Baca Juga

Dalam perkara ini, eks Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi dituntut 12 tahun penjara ditambah denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan. Sementara, menantunya Rezky Herbiyono dituntut 11 tahun penjara ditambah denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan.

"Terdakwa menerapkan pola to own nothing but control everything. Hal ini dapat dilihat di mana terdakwa I Nurhadi dan terdakwa II Rezky Herbiyono menciptakan struktur keuangan dan perusahaan agar tidak terlihat adanya kepemilikan secara resmi dalam perusahaan dan struktur keuangan akan tetapi terdakwa mempunya kontrol yang besar atas perusahaan dan keuangan," kata Jaksa Lie.

Menurut Jaksa Lie, terjadi praktik transaksional yang dilakukan Nurhadi dan Rezky dengan pihak-pihak yang sedang berperkara di lingkungan peradilan. Namun, keduanya mencoba membungkusnya dalam balutan-balutan bisnis.

"Tindak pidana korupsi saat ini sudah merambah ke semua aspek mulai dari eksekutif, yudikatif maupun legislatif dan menjadi ancaman bagi eksistensi dan integrasi suatu bangsa oleh karena itu korupsi bukan untuk dilestarikan karena korupsi bukanlah budaya tapi musuh bersama yang harus dicegah," kata jaksa.

Dalam perkara ini, Jaksa Lie mengatakan keduanya terbukti menerima suap sejumlah Rp 45,726 miliar dari Direktur Utama PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) 2014-2016 Hiendra Soenjoto. Uang itu terkait pengurusan dua gugatan hukum serta gratifikasi dari sejumlah pihak sebesar Rp37,287 miliar.

Nurhadi dan Rezky juga dituntut untuk membayar uang pengganti senilai total Rp 83,013 miliar. Jika dalam waktu 1 bulan sesudah putusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum tetap dan terdakwa tidak membayar uang pengganti tersebut maka harta bendanya disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti. 

Dalam hal terdakwa tidak punya harta yang cukup untuk membayar uang pengganti maka dipidana penjara selama 2 tahun. Tuntutan tersebut berdasarkan dakwaan pertama alternatif kedua, yaitu pasal 11 UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 ayat 1 ke-1 KUHP dan Pasal 12B UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPJo. Pasal 65 ayat 1 KUHP.

Dalam dakwaan pertama, JPU KPK menilai Nurhadi dan Rezki terbukti menerima uang Rp 45,726 miliar dari Hiendra Soenjoto terkait pengurusan dua gugatan. Gugatan pertama adalah perkara antara PT MIT melawan PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN) terkait perjanjian sewa-menyewa depo container milik PT KBN seluas 57.330 meter persegi dan 26.800 meter persegi yang terletak di wilayah KBN Marunda kav C3-4.3, Marunda, Cilincing, Jakarta Utara.

Gugatan kedua adalah gugatan Hiendra Soenjoto melawan Azhar Umar. Azhar mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum terhadap Hiendra Soenjoto di PN Jakarta Pusat (Jakpus) pada 5 Januari 2015 tentang akta Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) PT MIT dan perubahan komisaris PT MIT yang didaftarkan pada 13 Februari 2015.

Dalam dakwaan kedua, Nurhadi bersama-sama dengan Rezky juga dinilai terbukti menerima gratifikasi sejumlah Rp37,287 miliar dari para pihak yang memiliki perkara di lingkungan pengadilan baik di tingkat pertama, banding, kasasi maupun peninjauan kembali. Pemberian tersebut berasal dari pertama, Handoko Sutjitro senilai Rp2,4 miliar; dari Renny Susetyo Wardhani sejumlah Rp2,7 miliar; dari Direktur PT Multi Bangun Sarana Donny Gunawan senilai Rp8 miliar; dari Freddy Setiawan sejumlah Rp20,5 miliar; serta dari Riadi Waluyo sebesar Rp1,687 miliar.

Terhadap tuntutan tersebut, Nurhadi dan Rezky akan mengajukan pleidoi (pembelaan) pada 5 Maret 2021. Kuasa Hukum Mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi dan Rezky Herbiyono, MaqdirIsmailmengatakan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) ke kliennya hanya berdasarkan imajinasi.

"Tuntutan selama 12 tahun penjara kepada Nurhadi dan Rezky Herbiyono 11 tahun penjara hanya berdasarkan imajinasi untuk menutupi kesalahan menjadikan Nurhadi sebagai terdakwa, karena tidak didukung oleh bukti," kata Maqdir menanggapi tuntutan jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement