REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Kondisi anti-Muslim di Prancis membuat biasa tindakan keras kepada komunitas tersebut. Baru-baru ini, Menteri Dalam Negeri sayap kanan Prancis Gerald Darmanin tanpa ragu menyatakan ketidaksenangannya karena tidak dapat menutup lebih banyak masjid di negara itu.
Dilansir dari Turkish Radio and Television (TRT), Darmanin membuat komentar tersebut sebagai tanggapan atas pertanyaan parlemen tentang masjid yang dianggap pemerintah mempromosikan separatisme. "Undang-undang Republik tidak mengizinkan kami menutup tempat ibadah ini," katanya.
Kendati demikian, halangan ini tidak menghentikan pemerintah Presiden Prancis Emmanuel Macron menutup 17 masjid karena diduga melanggar undang-undang keamanan yang tidak jelas atau tidak memiliki standar keselamatan yang tepat. Sementara ada 89 masjid lagi yang saat ini sedang di bawah pengawasan.
Ada kekhawatiran yang meningkat di antara masyarakat sipil Prancis, organisasi hak asasi manusia internasional, dan Muslim lokal. Mereka takut pemerintah Macron secara tidak proporsional menargetkan Muslim dalam upaya menjilat pemilih sayap kanan dalam pemilihan presiden yang akan berlangsung setahun lagi.
Komentar Darmanin juga muncul saat parlemen Prancis berada pada tahap akhir untuk menyetujui RUU Separatisme yang kontroversial. Beberapa pihak memandang aturan ini sebagai alat yang dibuat untuk secara khusus menargetkan komunitas Muslim di negara tersebut.