REPUBLIKA.CO.ID, Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) terus memburu dokumen Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) yang otentik. Bahkan dokumen Supersemar masuk dalam Daftar Pencarian Arsip (DPA) serupa Daftar Pencarian Orang (DPO). Bagaimana hasil perburuan itu?
Direktur Akuisisi ANRI Rudi Anton menyampaikan Supersemar merupakan dokumen penting yang seolah menjadi transfer kekuasaan antara Soekarno kepada Soeharto. Karena itu, ANRI memprioritaskan pencariannya sebagai upaya mewariskan pengetahuan yang utuh pada generasi mendatang.
"Supersemar ini penting karena menentukan pergantian periode pemerintahan. Jadi dasar pergantian kekuasaan. Kami terus berusaha cari, walau kami terus simpan 3 Supersemar beda-beda versinya," kata Rudi pada Republika.co.id saat ditemui di kantor ANRI, Jakarta Selatan pada Jumat (5/3).
Walau begitu, proses pencarian dokumen Supersemar bukanlah hal mudah. ANRI menemui berbagai hambatan.
Misalnya para pihak yang terlibat Supersemar sudah meninggal dunia. Adapun pelaku sejarah Supersemar yang pernah diwawancarai ANRI memilih bungkam.
Amirmachmud, jenderal yang membawa Supersemar dari Bogor ke Jakarta pada 11 Maret 1966 sudah meninggal sebelum sempat ditanyai ANRI. Kemudian M Jusuf, jenderal yang juga membawa Supersemar dengan Amirmachmud memilih bungkam hingga akhir hayat. Ada pula mantan mensesneg Moerdiono yang sempat diwawancarai ANRI, tetapi tidak menunjukkan titik terang.
"Pernah telusuri arsip Supersemar dengan mendatangi dan minta keterangan dari tokoh-tokoh yang terlibat pada peristiwa itu. Hasilnya jawabannya sama bahwa mereka tidak ketahui keberadaan Supersemar, kami agak sulit menemukan fisik dokumennya sampai saat ini, tapi tentu terus dicari," ujar Rudi.
Rudi mendesak agar pihak manapun yang memiliki dokumen Supersemar agar diserahkan ke ANRI. Sebab dokumen itu penting bagi ilmu pengetahuan dan sejarah bangsa.
"Arsip Supersemar itu milik negara, jelas disebut milik negara," tegas Rudi.
Sesuai dengan Undang-Undang No 43 Tahun 2009 tentang kearsipan, bahwa DPA merupakan daftar berisi arsip yang memiliki nilai guna kesejarahan baik yang telah diverifikasi secara langsung maupun tidak langsung oleh lembaga kearsipan dan dicari oleh lembaga kearsipan serta diumumkan kepada publik. Siapapun yang menyimpan dokumen Supersemar untuk pribadinya bisa diganjar sanksi maksimal hukuman penjara selama 10 tahun bagi orang yang tidak menyerahkannya kepada ANRI.
"Kami umumkan mungkin ada pihak yang kuasai secara fisik arsip Supersemar yang asli, UU no 43 tahun 2009, secara eksplisit atur arsip milik negara yang dikuasai siapapun dia itu wajib diserahkan ke ANRI," ucap Rudi.