REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Sebanyak puluhan ribu pengunjuk rasa anti-kudeta telah turun ke jalan di seluruh Myanmar meskipun tindakan keras meningkat. Mereka tidak mundur meski penggerebekan pada malam hari di Yangon yang menargetkan aktivis dan pejabat dari partai Aung San Suu Kyi, Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD).
Seorang manajer kampanye lokal untuk NLD meninggal dalam tahanan setelah ditangkap di Yangon pada Sabtu (6/3) malam. Penyebab kematian Khin Maung Latt tidak diketahui, tetapi kantor berita Reuters melihat foto tubuhnya dengan kain berlumuran darah di kepalanya.
Selain itu, para legislator yang terlibat dalam Komite Mewakili Pyidaungsu Hluttaw (CRPH) atau kelompok yang mengklaim sebagai pemerintah Myanmar yang dipilih secara sah mendapatkan cap pengkhianatan tingkat tinggi dari militer. Mereka dapat dijatuhi hukuman mati atau 22 tahun penjara.
Atas peristiwa tersebut demonstran besar turun ke jalan pada Ahad (7/3). Militer pun telah menyatakan anggota kelompok itu sebagai persona non-grata dan mengancam yang berkomunikasi dengan mereka dengan tujuh tahun penjara
Dikutip dari Aljazirah, pasukan keamanan telah menindak protes, menewaskan sedikitnya 54 orang dan melukai puluhan lainnya. Polisi di bekas ibu kota kuno Myanmar, Bagan, kembali melepaskan tembakan pada Ahad, melukai beberapa orang, menurut akun dan video saksi di media sosial.
Sedikitnya lima orang dilaporkan terluka ketika polisi berusaha membubarkan protes Bagan. Foto-foto menunjukkan seorang pria muda dengan luka berdarah di dagu dan lehernya yang diyakini disebabkan oleh peluru karet. Selongsong peluru yang dikumpulkan di tempat kejadian menunjukkan bahwa peluru tajam juga ditembakkan.
Sedangkan di kota Lashio di wilayah Shan utara, polisi menembakkan gas air mata dan granat kejut. Wilayah Yangon, polisi menggunakan gas air mata dan granat kejut untuk membubarkan massa, sementara satu video yang diposting ke Twitter oleh situs Myanmar Now menunjukkan tentara dan polisi memukuli dan menendang tiga pria tak bersenjata.
Menurut kelompok advokasi Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP), lebih dari 1.700 orang telah ditahan oleh militer pada Sabtu (6/3). "Tahanan dipukul dan ditendang dengan sepatu bot militer, dipukuli dengan tongkat polisi dan kemudian diseret ke dalam kendaraan polisi," kata AAPP dalam sebuah pernyataan.
"Pasukan keamanan memasuki daerah pemukiman dan mencoba untuk menangkap pengunjuk rasa lebih lanjut, dan menembak ke rumah, menghancurkan banyak," kata AAPP.