Kamis 11 Mar 2021 07:30 WIB

BTN akan Cari Tambahan Modal Rp 5 Triliun Lewat Rights Issue

BTN memutuskan untuk tidak membagi dividen laba bersih kinerja sepanjang 2020.

Rep: Novita Intan/ Red: Nidia Zuraya
Komisaris Utama PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. Chandra M. Hamzah (kiri) mengacungkan jempol didampingi Wakil Direktur Utama Nixon LP Napitupulu (tengah) dan Direktur Compliance and Legal Eko Waluyo (kanan) seusai Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) 2020 di Jakarta, Rabu (10/3/2021). RUPST menunjuk Haru Koesmahargyo sebagai Direktur Utama Bank BTN menggantikan posisi Pahala Nugraha Mansury.
Foto: ANTARA/M Risyal Hidayat
Komisaris Utama PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. Chandra M. Hamzah (kiri) mengacungkan jempol didampingi Wakil Direktur Utama Nixon LP Napitupulu (tengah) dan Direktur Compliance and Legal Eko Waluyo (kanan) seusai Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) 2020 di Jakarta, Rabu (10/3/2021). RUPST menunjuk Haru Koesmahargyo sebagai Direktur Utama Bank BTN menggantikan posisi Pahala Nugraha Mansury.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk berencana mencari pendanaan modal lewat rights issue pada 2022 mendatang. Adapun besaran dana yang diincar oleh perbankan pelat merah tersebut senilai Rp 5 triliun.

Wakil Direktur Utama BTN Nixon LP Napitupulu mengatakan dana tersebut akan digunakan perseroan untuk memperkuat kecukupan modal dalam mendanai pembiayaan program sejuta rumah tahap II. 

Baca Juga

“Memang diskusinya adalah kebutuhan kami sebanyak Rp 5 triliun. Kita harapkan Rp 3 triliun adalah dari pemegang saham dwiwarna karena komposisi sekarang 60 persen dan Rp 2 triliun dari saham publik, sehingga total Rp 5 triliun,” ujarnya saat konferensi pers Rabu (10/3).

Menurutnya dana tersebut juga akan digunakan untuk memperkuat akuisisi anorganik seperti life insurance, modal ventura dan manajer investasi untuk mendukung bisnis perseroan dengan Tapera.

“Untuk memperkuat pertumbuhan capital karena kami harus mendorong pembangunan sejuta rumah tahap II, kebutuhan modal kami apabila tidak dilakukan maka CAR kami akan terbatas, sehingga ekspansi sulit tercapai,” ucapnya.

Nixon menyebut rencana tersebut masih dalam tahap pembicaraan dengan pemerintah sebagai pemegang saham mayoritas. Dalam hal ini adalah Kementerian Keuangan dan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN)

“Ini masih diskusi dengan dua kantor kementerian. Kantor Kementerian BUMN dan Kementerian Keuangan. Jadi kita sudah diskusi dengan BUMN beberapa kali dengan Kemenkeu sudah jalan sekali di level teknis belum ke ibu menteri,” ucapnya.

Ke depan Nixon berharap rencana tersebut bisa diputuskan sebelum nota keuangan 2021. “Mudah-mudahan sudah bisa mendapat keputusan sebelum 17 Agustus 2021 atau sebelum nota keuangan,” ucapnya.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement