REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI Ahmad Taufan Damanik mengkhawatirkan pernyataan-pernyataan pejabat atau pemangku kepentingan di Tanah Air terkait dengan HAM menjadi atensi internasional. Ia menyoroti pernyataan Wamenkumham Edward Omar Sharif yang menyebut mantan menteri Edhy Prabowo dan Juliari Batubara layak dituntut mati.
"Saya khawatir pernyataan Wakil Menteri Hukum dan HAM beberapa waktu lalu, apakah ini sekadar peringatan saja atau memang sungguh-sungguh ingin diimplementasikan," kata Ahmad Taufan Damanik di Jakarta, Jumat (12/3).
Sebagaimana diketahui, Edward Omar Sharif memang pernah menyebutkan dua mantan menteri yang tersandung kasus pidana korupsi di tengah pandemi Covid-19, yakni Edhy Prabowo dan Juliari P. Batubara, layak dituntut hukuman mati. Ia mengkhawatirkan pernyataan yang menjurus pada persoalan hukuman mati menjadi perhatian dunia sehingga masuk dalam daftar pertanyaan pada sidang dewan HAM internasional.
"Saya kira harus ada kehati-hatian dari pemerintah kita, terutama pengambil kebijakan," katanya.
Menurut dia, kebijakan pemerintah tidak hanya dilihat dari kemampuan mengatasi pidana tertentu, misalnya korupsi dan terorisme, tetapi internasional juga akan melihat rekam jejak Indonesia terkait dengan perlindungan dan pemenuhan HAM. Peta jalan dari Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) mengarah pada penghapusan hukuman mati.
Oleh sebab itu, negara-negara yang masih menerapkan hukuman mati, termasuk negara yang melakukan pembenahan, misalnya Indonesia selalu diingatkan untuk terus melakukan pemenuhan hak asasi manusia, yaitu penghapusan hukuman mati. Secara umum, Indonesia terikat pada Konvensi Kovenan tentang Hak-Hak Sipil dan Politik.
Di dalamnya terdapat pasal yang mengatur hak hidup yang dianggap absolut. Jika dilihat lebih perinci pada Pasal 6 Ayat (2) mengatakan bahwa negara-negara yang masih menerapkan hukuman mati memang terdapat toleransi dengan batasan tertentu.
Pertama, hanya diberikan atau diperbolehkan kepada pelanggaran HAM berat jika merujuk pada standar PBB. Dalam pasal tersebut hanya empat bentuk pelanggaran yang bisa dijatuhi hukuman mati, yakni genosida, kejahatan kemanusiaan, agresi, dan kejahatan perang.
Sementara itu, Indonesia hanya mengadopsi genosida dan kejahatan kemanusiaan yang tertera dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000. Oleh sebab itu, jika ada pihak-pihak yang memperdebatkan apakah tindakan korupsi, narkoba, dan terorisme masuk pada pelanggaran HAM berat, menurut dia, jawabannya tidak berdasarkan standar PBB. Namun, pemerintah Indonesia memandang tiga kejahatan tersebut tergolong pada kejahatan luar biasa.