REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Salah satu ulama asal Mesir, Sayyid Quthb Asy-Syadzili merupakan salah satu ulama yang lahir di era modern. Ulama yang mengawali karir di bidang sastra ini merupakan ulama yang mengkritik kebudayaan modern sebagai budaya materialistik yang kosong dari moral dan spiritual.
Dirangkum oleh Syekh Muhammad Said Mursi dalam buku Tokoh-Tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah, Sayyid Quthb Asy-Syadzili merupakan ulama yang dilahirkan di Desa Mousya, Provinsi Asyuth, Mesir, pada 1906. Beliau memiliki tiga orang saudara kandung, yakni Hamidah, Aminah, dan Muhammad.
Dengan saudara-saudaranya inilah, Sayyid Quthb selalu menyempatkan untuk bertukar pikiran. Hal tersebut dibuktikan dengan ditulisnya sebuah buku oleh beliau berjudul Al-Athyaf Al-Arba’ah.
Secara akademik, Sayyid Quthb merupakan lulusan Fakultas Darul Ulum, Universitas Kairo. Di awal karirnya dalam bidang sastra, beliau berpendapat: “Sastra adalah merupakan seni yang indah yang tidak ada hubungannya dengan agama, bahkan agama itu bertentangan dengan sastra,”.
Pada tahun 1939, tulisan pertamanya tentang Islam diterbitkan oleh majalah Al-Muqthathaf yang berjududl At-Yaswir Al-Fanni Alquran. Setelah itu, Sayyid Quthb meninggalkan pemikiran yang mengingkari kemukjizatan Alquran.
Setelah mengkritik kebudayaan modern, beliau pergi ke Amerika Serikat pada 1949. Di Amerika Serikat, beliau mempelajari sistem-sistem pendidikan dan menetap di sana selama dua setengah tahun.
Selama di Amerika Serikat, ia bertukar surat dengan sahabatnya bernama Taufik Al-Hakim. Sayyid Quthb berpendapat bahwa budaya Amerika adalah budaya yang kosong dari moral dan spiritual. Dan kelak, Sayyid Quthb pun dikenal sebagai pimpinan majalah Ikhwanul Musimin, di samping itu ia juga menjadi Ketua Departemen Dakwah dalam organisasi tersebut.
Secara singkat, Sayyid Quthb dikenal sebagai penulis yang ulung. Beliau adalah ahli sastra, pengamat sastra, sekaligus penyair. Berbagai karya sastra berhasil ia tulis dan cukup dikenal secara luas.