REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bintang Puspayoga mengatakan perkawinan anak adalah salah satu bentuk pelanggaran hak asasi manusia (HAM) terhadap anak. Dampak perkawinan anak akan memunculkan kemiskinan antargenerasi.
"Perkawinan anak adalah salah satu bentuk tindak kekerasan terhadap anak karena hak anak adalah bagian dari HAM, maka perkawinan anak juga bentuk pelanggaran HAM," kata Bintang Puspayoga dalam Seminar Nasional dan Deklarasi Gerakan Nasional Pendewasaan Usia Perkawinan untuk Peningkatan Kualitas SDM Indonesia di Kantor MUI, Jakarta, Kamis (18/3).
Menurut dia, anak yang dipaksa menikah atau karena kondisi tertentu harus menikah dini ke depannya akan sulit mendapatkan akses pendidikan, kualitas kesehatan yang tidak memadai, berpotensi mengalami tindak kekerasan dan hidup dalam kemiskinan. Dampak buruk pernikahan anak juga berpotensi dialami oleh generasi berikutnya yang dilahirkan dari pernikahan anak.
"Dampak perkawinan anak tidak hanya akan dialami oleh anak yang dinikahkan, tapi juga pada anak yang dilahirkan dan berpotensi memunculkan kemiskinan antargenerasi," katanya.
Pada Kamis (18/3), dilaksanakan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) Majelis Ulama Indonesia dan Kemen PPPA tentang Deklarasi Gerakan Nasional Pendewasaan Usia Perkawinan untuk Peningkatan Kualitas SDM Indonesia. MoU ditandatangani oleh Ketua Umum MUI K.H. Miftachul Akhyar dan Menteri PPPA Bintang Puspayoga.
Mou tersebut menyebutkan bahwa dalam melestarikan perkawinan demi mencapai tujuan berkeluarga perlu pencegahan mengatasi berbagai permasalahan yang disebabkan oleh ketidaksiapan dan ketidakcakapan sehingga perkawinan tidak melahirkan generasi yang lemah sebagaimana dinyatakan dalam Alquran Surat An-Nisa Ayat 9. MoU tersebut menyatakan bahwa MUI, Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Kemen PPPA, Kementerian Agama, Kementerian Pemuda dan Olahraga, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Kesehatan, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi serta Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) berkomitmen untuk bekerja sama dan saling mendukung dalam melakukan berbagai upaya pendewasaan usia perkawinan dan peningkatan kualitas keluarga demi kepentingan terbaik bagi anak Indonesia.