Kamis 25 Mar 2021 17:43 WIB

Riset dan Observasi Muhammadiyah Mundurkan Subuh 8 Menit 

Muhammadiyah mundurkan waktu Subuh 8 menit dari waktu yang berlaku umum

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Nashih Nashrullah
Muhammadiyah mundurkan waktu Subuh 8 menit dari waktu yang berlaku umum. Ilustrasi pengamatan astronomi Muhammadiyah
Foto: ANTARA/NOVA WAHYUDI
Muhammadiyah mundurkan waktu Subuh 8 menit dari waktu yang berlaku umum. Ilustrasi pengamatan astronomi Muhammadiyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Muhammadiyah memundurkan 8 menit awal waktu Subuh yang selama ini berlaku. Keputusan ini disampaikan melalui Keputusan PP Muhammadiyah Nomor 734/KEP/I.0/B/2021 tentang tanfidz keputusan musyawarah nasional XXXI Tarjih Muhammadiyah tentang kriteria awal waktu Subuh.

Dalam keputusan itu dipaparkan tentang riset yang dilakukan Muhammadiyah sebelum mengeluarkan keputusan memundurkan awal waktu Subuh 8 menit. Riset ini didasarkan pada rekomendasi Musyawarah Nasional Tarjih ke-27 pada 1-4 April 2010 tentang persoalan awal Subuh.

Baca Juga

Karena itu pula, Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah mengamanatkan kepada tiga lembaga untuk melakukan kajian dan observasi fajar. 

Tiga itu ialah Observatorium Ilmu Falak (OIF) di Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU), Pusat Studi Astronomi (Pastron) di Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta, dan Islamic Science Research Network (ISRN) di Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (UHAMKA) Jakarta. Penelitian menggunakan serangkaian instrumen modern dan metode analisis untuk menginterpretasikan hasil penelitian. 

OIF UMSU menggunakan alat sky quality meter (SQM) untuk menguantitasi perubahan tingkat kecerahan langit (TKL). Pengambilan data dilakukan di Medan, Pantai Romantis (Kabupaten Deli Serdang), dan Barus (Kabupaten Tapanuli Tengah). Lokasi penelitian di OIF berada pada daerah dengan polusi cahaya yang buruk.

Sementara itu, polusi cahaya di lokasi Pantai Romantis dan Barus lebih baik daripada di OIF. Durasi pengambilan data yaitu dari 2017 sampai 2020 atau Ramadhan 1438 H sampai Zulkaidah 1441 H. Pengambilan data dengan SQM diarahkan ke 0 derajat, 30 derajat, 45 derajat, dan 90 derajat (zenit). Hasil penelitian diolah dengan menggunakan metode Moving Average.

OIF UMSU menyimpulkan bahwa polusi cahaya berpengaruh terhadap ketinggian Matahari sebagai penentu awal waktu Subuh. Selain itu, tinggi Matahari yang terendah yaitu 16,48 derajat untuk data SQM yang mengarah ke Zenit.

Pastron UAD juga menggunakan SQM yang diarahkan ke Zenit. Pengambilan data dilakukan di Kabupaten Bantul, Kota Yogyakarta, Kabupaten Kulon Progo, dan Kabupaten Gunungkidul. Polusi cahaya di Kabupaten Kulon Progo dan Kabupaten Gunungkidul lebih baik daripada kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement