Oleh : Ani Nursalikah*
REPUBLIKA.CO.ID, Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Sayyidah Aisyah mengisahkan kegiatan Nabi Muhammad SAW selama bulan Sya'ban.
لَمْ يَكُنِ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُ شَهْرًا أَكْثَرَ مِنْ شَعْبَانَ، فَإِنَّهُ كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ كُلَّهُ
“Belum pernah Nabi SAW berpuasa satu bulan yang lebih banyak daripada puasa bulan Sya'ban. Terkadang hampir beliau berpuasa Sya’ban sebulan penuh,” (HR al-Bukhari dan Muslim).
Hadits tersebut menggambarkan betapa Rasulullah sangat mencintai bulan Sya'ban. Rasa cintanya diwujudkan dengan melakukan puasa sunnah pada bulan ini. Bahkan, Sya'ban dikenal juga sebagai bulan Rasulullah.
Sya'ban adalah bulan kedelapan dalam penanggalan Hijriyah yang dinantikan umat Islam. Bulan ini adalah bulan sebelum datangnya Ramadhan.
Bulan Sya'ban menjadi bulan latihan sebelum umat Muslim menjalankan ibadah puasa Ramadhan selama satu bulan penuh. Apalagi, pada bulan ini memiliki keutamaan memperbanyak amalan puasa sunnah. Pada bulan inilah umat Islam menyiapkan bekal untuk menyambut Ramadhan.
Salah satu keistimewaan bulan ini adalah Nisfu Sya'ban. Nisfu artinya pertengahan sehingga Nisfu Sya'ban berarti pertengahan bulan Sya'ban. Malam tersebut disebut juga dengan malam pembebasan (lailatul bara’ah).
Nisfu Sya’ban jatuh pada tanggal ke-15 sebelum bulan suci Ramadhan. Tahun ini, Nisfu Sya'ban jatuh pada Senin (29/3).
Sebagian kalangan menganggap nisfu Sya'ban istimewa. Namun, ada perbedaan pendapat soal hadits yang menjadi dasar keutamaan malam Nisfu Sya'ban.
Sebagian ulama mengatakan, tidak ada satu pun hadis sahih tentang keutamaan malam Nisfu Sya'ban. Sebagian mengatakan malam Nisfu Sya'ban tidak memiliki keutamaan dan sama seperti malam-malam lainnya, sedangkan sebagian lain mengatakan malam itu memiliki keutamaan.
Tidak ada amalan spesifik yang sebaiknya dilakukan saat malam Nisfu Sya'ban. Ibadah apa pun yang dilakukan dengan niat mencari keridhaan Allah SWT akan diganjar dengan pahala.
Ibnu Taimiyah dalam kitabnya Iqtidha' al-Shirath al-Mustaqim juga mengatakan banyak sekali diriwayatkan tentang keutamaan malam Nisfu Sya'ban, seperti hadits-hadits Nabi SAW dan atsar (perkataan sahabat) yang menunjukkan malam ini memang ada keutamaannya. Sedangkan, mengenai amalan khusus atau sholat khusus yang dilakukan pada malam ini, maka para ulama mengatakan tidak ada dasar dan dalilnya dalam syara'.
Namun, sebagian Muslim membaca tahlil, membaca surat Yasin, memperbanyak dzikir, dan berpuasa. Ritual ini di sebagian masyarakat Indonesia telah menjadi tradisi.
Pendiri Pusat Kajian Hadis KH Ahmad Lutfi Fathullah menegaskan hadits soal amalan sholat malam dan puasa khusus Nisfu Sya'ban memiliki derajat dhaif. Meski demikian, yang didasarkan pada hadits dhaif tidak berarti harus dilarang. Yang dilarang adalah ketika kita menjadikan amalan sunnah sebagai kewajiban, atau ketika kita melebih-lebihkan pahala ibadah sunnah.
Menurut Ahmad Zahro dalam bukunya Fiqih Kontemporer, Rasulullah dan para sahabat tidak ada yang mengadakan acara khusus pada malam tersebut. Namun, ini tidak berarti mengadakan acara di malam Nisfu Sya'ban dilarang atau bid'ah.
Peringatan malam nisfu Sya'ban dianggap sama dengan tradisi masyarakat memperingati Maulid Nabi, Isra Mi'raj, Nuzulul Quran, dan lain-lain. Nabi dan para sahabat tidak pernah mengadakannya, tapi mayoritas umat Islam di dunia ini mengadakannya. Mungkinkah mayoritas umat Islam ini melakukan bid'ah yang berarti sesat dan akan masuk neraka?
Karena tidak ada contoh dari Nabi, kita boleh saja mengadakan acara yang positif, tidak bertentangan dengan ajaran Nabi dan bernilai mendidik umat, seperti ceramah agama, dzikir bersama, atau amalan lain yang bersumber dari ajaran Nabi, seperti yasinan, sholat taubat, banyak beristighfar memohon ampunan, sedekah dan lain-lain.
Bagaimanapun, momen bulan Sya'ban bisa kita jadikan ajang latihan sebelum menjalankan ibadah puasa Ramadhan. Selain menyiapkan amalan, ada baiknya juga mempersiapkan fisik diri dengan mulai berpuasa agar tubuh tidak kaget nantinya.