REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH -- Perdana Menteri Inggris Boris Johnson tidak mengesampingkan kemungkinan mengirimkan pasukan ke Yaman. Ia pun berharap kondisi Yaman ke depan sangat berbeda dari sekarang.
"Tidak ada permintaan atau indikasi khusus untuk melibatkan militer Inggris tapi hal ini jelas sesuatu yang siap kami pertimbangkan bila kondisinya tepat," kata Johnson saat berpidato di depan komite bidang luar negeri, seperti dikutip Arab News, Kamis (25/3).
Konflik di Yaman dimulai ketika milisi Houthi yang didukung Iran menggulingkan pemerintahan yang diakui masyarakat internasional pada 2014 lalu. Arab Saudi menentang penggulingan itu dan mengirim pasukan ke Yaman membantu pemerintahan Abd Rabbu Monsour Hadi.
Pada Senin (22/3) kemarin Arab Saudi mengumumkan inisiatif untuk membantu faksi-faksi di Yaman meraih resolusi damai dalam konflik yang sudah berlangsung selama enam tahun.
Rencana Arab Saudi untuk mendorong berbagai pihak dalam konflik untuk melakukan gencatan senjata mendapat dukungan luas. Johnson mengatakan Inggris mendukung gencatan senjata dan berharap dapat mengarah pada 'progres politik yang serius'.
Pernyataan Johnson ini untuk menjawab pertanyaan ketua komite dari Partai Konservatif, Tobias Ellwood yang bertanya apakah Johnson bersedia mengirim pasukan Inggris ke Yaman untuk menstabilkan negara tersebut.
Pada Selasa (23/3) lalu Sekretaris Jenderal PBB Antonio Gutterse mengatakan ia menyambut baik inisiatif Arab Saudi. Gutterres juga mendesak semua pihak mengambil kesempatan untuk meraih perdamaian. Rabu (24/3) kemarin PBB juga memuji pemerintah Yaman yang mengizinkan empat kapal bahan bakar berlabuh di pelabuhan Hodeidah.
Beberapa pekan terakhir Houthi mengintensifkan serangan rudal dan drone ke Arab Saudi. Sekutu-sekutu internasional dan regional Kerajaan mengecam keras serangan-serangan tersebut.
Perdana Menteri Yaman Maeen Abdulmalik mengatakan inisiatif Arab Saudi yang baru akan memperlihatkan pada rakyat Yaman pihak mana yang menolak mengakhiri perang. "(Mereka) berhadapan langsung dengan rakyat Yaman dan masyarakat internasional, untuk mengungkapkan siapa yang menolak semua upaya damai dan bersikeras melanjutkan perang," katanya pada surat kabar Asharq Al-Awsat.
Juru bicara pemerintah Yaman, Rajih Badi mengatakan milisi Houthi melihat seruan menurunkan ketegangan sebagai 'bahasa kelemahan'. Menurutnya rakyat Yaman juga tidak menerima intervensi Iran di negara mereka.