Jumat 26 Mar 2021 11:18 WIB

Mengapa Harus Impor Beras?

Pemerintah akan membuka keran impor beras pada 2021 ini.

Rep: Deddy Darmawan Nasution/Agus Raharjo/ Red: Elba Damhuri
Kepala Perum Bulog cabang Indramayu Dadan Irawan memeriksa stok beras impor di Gudang Bulog Tegalgirang, Bangodua, Indramayu, Jawa Barat, Selasa (23/3/2021). Stok beras impor 2018 dari Vietnam masih melimpah hingga mencapai 5.000 ton yang disebabkan belum seluruhnya tersalurkan sejak terhentinya program beras miskin (raskin) dan beralih ke program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT).
Foto: Dedhez Anggara/ANTARA
Kepala Perum Bulog cabang Indramayu Dadan Irawan memeriksa stok beras impor di Gudang Bulog Tegalgirang, Bangodua, Indramayu, Jawa Barat, Selasa (23/3/2021). Stok beras impor 2018 dari Vietnam masih melimpah hingga mencapai 5.000 ton yang disebabkan belum seluruhnya tersalurkan sejak terhentinya program beras miskin (raskin) dan beralih ke program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT).

REPUBLIKA.CO.ID -- Polemik rencana impor beras ramai diperbincangkan. Rencana pre-emptive pemerintah untuk menjaga stabilitas harga beras dengan impor beras menjadi peluru yang meletupkan ledakan di sana-sini.

Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi mengatakan, rencana impor beras hanya untuk menstabilkan harga beras, menjaga stabilitas, dan ketahanan pangan. 

Baca Juga

Pemerintah tidak ingin harga beras melonjak saat pandemi karena kurangnya pasokan dan pada saat yang sama tidak akan menurunkan harga gabah kering petani.

Menurut Lutfi, pemerintah tetap menjamin harga beras dan gabah kering petani tetap stabil meskipun Indonesia tengah dilanda pandemi. 

Ia menilai kritik terkait rencana impor beras satu juta ton yang dianggap akan menurunkan harga beras petani tidak tepat.

"Tidak ada niat pemerintah untuk menurunkan harga petani, terutama saat sedang panen raya," tutur M Lutfi dalam keterangan yang diterima Republika.co.id, Kamis (18/3).

Mendag menyatakan, sejak awal pemerintah sama sekali tak berniat menjatuhkan harga beras petani, terutama saat petani sedang panen raya. 

Baca juga : Beredar Info 5 Personel TNI Tewas di Nduga, Ini Bantahannya

Pemerintah hanya merasa perlu menjaga kestabilan stok dan harga pangan. Lutfi menegaskan, harga beras sangat mungkin dipermainkan spekulan.

"Kalau harga gabah kering itu diturunkan oleh Bulog, itu baru bagian dari penghancuran harga beras petani," kata Lutfi menegaskan.

Kelangkaan atau kenaikan bahan pangan, terutama beras, jangan sampai terjadi. Terutama, saat ini masyarakat Indonesia masih tertekan dampak pandemi Covid-19. Harga beras yang tak terkendali akan membahayakan perekonomian.

Hal ini diprediksi bisa memengaruhi daya beli masyarakat. Apalagi, menurut Lutfi, jika para spekulan mencoba memainkan harga untuk mengambil keuntungan saat pandemi. 

Pemerintah berencana mengimpor beras sebanyak 1 juta ton pada tahun ini. Dari jumlah  itu, sebanyak 500 ribu ton dialokasikan untuk cadangan beras pemerintah (CBP), sementara 500 ribu ton sisanya dikhususkan untuk beras komersial Bulog.

Kemenko Perekonomian mengungkapkan pemerintah ingin antisipasi persediaan beras karena menipisnya stok di Bulog dan adanya daerah defisit beras.

Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian, Kemenko Perekonomian, Musdalifah, mengatakan, pemerintah ingin proses pemulihan ekonomi mulai berjalan pada 2021. Demi mendukung itu, ketersediaan pangan tidak boleh menimbulkan masalah karena akan memicu gejolak politik dan sosial di dalam negeri, dan menghambat upaya pemulihan ekonomi.

Ia menjelaskan, sesuai data BPS, produksi beras diperkirakan akan mengalami surplus. Namun, itu merupakan prediksi surplus khusus musim panen raya pertama yang jatuh pada Maret-April 2021. 

Keran impor beras yang dibuka pemerintah ditujukan bukan untuk musim panen, melainkan untuk menjaga akhir 2021 sehingga mengamankan awal 2022.

Baca juga : Pemerintah Larang Mudik Lebaran Tahun Ini

Namun, Mendag Lutfi memastikan, angka 1 juta ton impor beras merupakan angka taksiran. Realisasinya bisa kurang atau lebih atau tidak sama sekali direalisasikan. 

Pasalnya, pemerintah tetap memprioritaskan produksi dalam negeri yang dihasilkan petani. Indikator yang terpenting, yakni cadangan beras di Bulog bisa kembali ke level 1 juta-1,5 juta ton dari saat ini sekitar 800 ribu ton.

Beras yang akan diimpor nanti rencananya juga tak akan digelontorkan ke pasar saat panen raya sekitar bulan April.  Beras impor akan disimpan dan digunakan untuk menambah iron stock

Pemerintah saat ini juga memerlukan stok beras untuk keperluan bansos dan menjaga untuk stabilisasi harga beras. "Jadi, tidak dijual serta-merta ketika panen, keputusan kapan iron stock itu mesti keluar harus dimusyawarahkan bersama-sama (antarpemangku kebijakan)," ujar Lutfi.

Beras komoditas pangan utama di Indonesia yang harganya sangat sensitif bagi masyarakat. Pemerintah menganggap pasokannya harus memadai untuk memenuhi permintaan dan menjaga stabilitas harga. 

Jadi, meskipun produksi dalam negeri diproyeksi tinggi, strategi berjaga-jaga tetap diperlukan cadangan beras yang memadai. Hal ini penting untuk mengantisipasi risiko terburuk. 

Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, Gde Sumarjaya Linggih, menilai impor beras yang direncanakan pemerintah penting dilakukan saat ini. Menurut dia, harus diakui, selama ini Indonesia selalu mengimpor beras karena belum bisa swasembada.

Rencana impor beras, kata dia, tidak bisa dilihat secara sepotong saja. Rencana impor harus dilihat sebagai sebuah perencanaan dan antisipasi menghadapi ketidakpastian di Indonesia. Sumarjaya mengatakan, Bulog seharusnya mengerti tentang tupoksinya.

Ia menilai aneh jika Bulog atau beberapa pihak yang menyebut adanya permasalahan rente dalam rencana impor beras  ini. 

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement