REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON--Amerika Serikat (AS) menangguhkan semua keterlibatan dengan Myanmar di bawah perjanjian dagang dan investasi tahun 2013. Hal itu bakal dilakukan hingga kembalinya pemerintahan yang terpilih secara demokratis.
Perwakilan Dagang Amerika Serikat (AS) Katherine Tai mengungkapkan, keputusan itu diambil merespons perkembangan situasi yang kian brutal di Myanmar. Dia mengatakan aksi aparat keamanan membunuh para pengunjuk rasa damai yang menentang kudeta militer telah mengejutkan hati nurani masyarakat internasional. Anak-anak diketahui termasuk di antara korban tewas.“Tindakan ini merupakan serangan langsung terhadap transisi negara menuju demokrasi dan upaya rakyat Burma (Myanmar) untuk mencapai masa depan yang damai dan sejahtera,” kata Tai pada Senin (29/3).
Pada Senin lalu, setidaknya 107 demonstran dilaporkan terbunuh dalam aksi menentang kudeta militer. Hari paling berdarah dalam gelombang demonstrasi menolak kudeta adalah pada Sabtu (27/3) pekan lalu. Pasukan keamanan membunuh 114 pengunjuk rasa.
"Tindakan militer dan polisi yang memalukan, pengecut, serta brutal yang difilmkan, menembaki pengunjuk rasa saat mereka melarikan diri, yang bahkan tidak menyelamatkan anak-anak kecil, harus segera dihentikan," ujar Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia (HAM) Michelle Bachelet dan penasihat khusus PBB untuk pencegahan genosida Alice Wairimu Nderitu dalam pernyataan bersama pada Ahad (28/3).