REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Iran dilaporkan dapat menutup pembangkit listrik tenaga nuklir. Media Amerika Serikat (AS) Bloomberg melaporkan berdasarkan laporan kantor berita semi-resmi Iranian Students’ News Agency (ISNA) sanksi-sanksi AS menimbulkan masalah finansial yang mempersulit Iran melanjutkan operasi pembangkit listrik tersebut.
Deputi kepala Badan Energi Atom Iran Mahmoud Jafarid mengatakan pembangkit listrik tenaga nuklir Bushehr 'menghadapi risiko penutupan'. Sebab sanksi-sanksi AS yang membatasi perbankan Iran mempersulit negara itu mentransfer uang dan membeli peralatan yang diperlukan.
Pembangkit listrik tenaga nuklir Bushehr dibangun oleh Rusia dan mulai beroperasi sejak 2011. Bushehr salah satu pembangkit tenaga listrik tenaga nuklir tertua di Timur Tengah.
"Fluktuasi mata uang dan masalah yang berkaitan dengan sanksi-sanksi perbankan telah mempersulit upaya untuk mengoperasikan reaktor dan biaya pemeliharan dan membayar kontraktor-kontraktor Rusia," kata Jafari seperti dikutip dari the Jerusalem Post, Selasa (30/3).
Pernyataan itu disampaikan beberapa jam usai pemerintahan Presiden AS Joe Biden mengatakan mereka mempertimbangkan untuk menawarkan Iran kesepakatan nuklir baru pada pekan ini. Salah satu poin dalam kesepakatan itu mencabut sanksi-sanksi ekonomi.
Salah satu media AS, Politico melaporkan saat ini Washington memang tengah berusaha memecahkan kebuntuan dengan Iran. AS dikabarkan berencana mengajukan proposal baru yang salah satu poinnya mencabut sanksi ke Iran.
Dua orang sumber mengatakan pada Politico pekan ini pemerintahan Biden berencana untuk mengajukan proposal baru untuk memulai kembali perundingan dengan Teheran.