REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR — Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Bogor memiliki tiga langkah pengelolaan sampah. Yakni dengan mengangkut sampah ke tempat pembuangan akhir (TPA) Galuga di Kabupaten Bogor, memanfaatkan Tempat Pengelolaan Sampah Reuse, Reduce, dan Recycle (TPS3R), dan budidaya ulat maggot pengurai sampah.
“Untuk pengelolaan sampah, kami melakukan pengangkutan, memanfaatkan TPS3R berbasis kewilayahan, dan budidaya maggot,” kata Kepala Bidang Persampahan pada DLH Kota Bogor, Febi Darmawan, Selasa (30/3).
Febi menjelaskan, sampah yang dihasilkan masyarakat Kota Bogor, setiap harinya diangkut ke TPA Galuga sebanyak 500 hingga 600 ton. Dimana, 60 persen diantara ratusan ton sampah tersebut didominasi oleh sampah organik. Sementara sisanya, merupakan sampah plastik dan sampah anorganik.
“Sampah organik itu mungkin kisarannya 60 persen, sisanya sampah anorganik, sama sampah plastik sekitar 20 persen,” kata Febi.
Sementara itu, lanjutnya, di Kota Bogor sendiri, sudah ada 27 TPS3R berbasis wilayah yang dimanfaatkan. Namun, dari sampah yang diolah di TPS3R masih ada reduksi sampah yang tidak bisa diolah, yang nantinya sisanya dibawa ke TPA Galuga.
“Tapi itu residunya kecil, sekitar 15 persen. Sisanya sudah bisa diolah menjadi kompos, dan sebagainya. Yang plastik dibuang ke Bank Sampah Induk Berbasis Aparatur (Basiba),” tuturnya.
Di samping itu, lanjutnya, DLH Kota Bogor juga tengah mensosialisasikan budidaya maggot kepada masyarakat. Sebab, dari ratusan ton sampah tersebut didominasi oleh sampah organik yang dapat diurai oleh ulat maggot.
Apalagi, 70 persen sampah yang dihasilkan masyarakat Kota Bogor berasal dari rumah tangga. Sementara 30 sisanya merupakan sampah dari tempat usaha seperti pedagang, penyedia jasa, komersil, dan perkantoran.
“Sekarang kita lagi sosialisasikan budidaya maggot. Karena memang timbunan sampah yang dihasilkan itu paling banyak di Kota Bogor dari sampah organik,” jelas Febi.