REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON--Utusan Khusus PBB untuk Myanmar Christine Schraner Burgener meminta Dewan Keamanan (DK) segera bertindak demi menghindari pertumpahan darah di negara itu. Dalam sidang tertutup di PBB ia mengatakan militer Myanmar mengintensifkan penindakan keras terhadap pengunjuk rasa.
Schraner Burgener memberitahu 15 negara anggota dewan, bahwa militer Myanmar yang merebut kekuasaan pada 1 Februari lalu tidak mampu mengelola negara. Berdasarkan komentar yang dibagikan ke wartawan, Schraner Burgener memperingatkan situasi di lapangan dapat terus memburuk.
"Pertimbangkan semua alat yang tersedia untuk mengambil tindakan kolektif dan lakukan hal yang pantas rakyat Myanmar dapatkan dan mencegah bencana multidimensi di jantung Asia," kata Schraner Burgener (1/4).
Ia menambahkan Dewan Keamanan harus mempertimbangkan 'tindakan yang berpotensi signifikan' demi mengubah arah perkembangan situasi karena 'pertumpahan darah sudah hampir terjadi'. Inggris yang meminta sidang PPB di New York ini digelar untuk merespon semakin buruknya kekerasan di Myanmar.
Menurut organisasi aktivis Assistance Association for Political Prisoners (AAPP) sudah sekitar 512 rakyat sipil yang tewas dalam unjuk rasa menentang kudeta. Sebanyak 141 diantaranya tewas pada Sabtu (27/3) lalu.
Angkatan Bersenjata Myanmar juga bertempur dengan pemberontak etnis minoritas di daerah-daerah perbatasan. Banyak warga yang mengungsi mencari tempat aman ke negara-negara tetangga.
"Aksi kekerasan-kekerasan yang dilakukan militer sama sekali tidak dapat diterima dan masyarakat internasional harus memberikan pesan yang kuat," kata Duta Besar Inggris untuk PBB Barbara Woodward dalam sidang virtual ini.
Ia menambahkan Dewan Keamanan 'harus memainkan bagiannya' dalam respon internasional. Sejauh ini Dewan Keamanan PBB sudah mengeluarkan dua pernyataan yang mengungkapkan keprihatinan dan mengecam kekerasan terhadap pengunjuk rasa.
Namun tidak cukup tegas dalam mengecam pengambilalihan kekuasaan secara paksa yang dilakukan militer sebagai kudeta. Kemungkinan sulit mengambil tindakan lebih lanjut karena akan ditentang Cina, Rusia, India dan Vietnam.