REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menegur Gubernur Papua Lukas Enembe yang pergi ke Papua Nugini lewat jalur ilegal. Teguran disampaikan melalui surat yang ditandatangani atas nama Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kemendagri Akmal Malik pada Kamis (1/4).
Surat itu bernomor 098/2081/OTDA dengan perihal teguran terkait kunjungan ke luar negeri yang ditujukan kepada Gubernur Papua. Surat ini sudah dibenarkan Kepala Pusat Penerangan Kemendagri Benni Irwan saat dikonfirmasi Republika, Ahad (4/4).
Surat teguran diterbitkan sehubungan dengan kunjungan Lukas Enembe di Papua Nugini (PNG) sebagaimana pemberitaan media massa dan konfirmasi dari Konjen RI-PNG. Kemendagri menyatakan, kunjungan gubernur Papua ke luar negeri itu tidak sesuai mekanisme sebagaimana peraturan perundangan-undangan.
"Kementerian Dalam Negeri dalam melaksanakan fungsi pembinaan dan pengawasan mengingatkan sekaligus memberikan teguran agar dalam menjalankan tugas Gubernur senantiasa menaati seluruh ketentuan perundangan-undangan khususnya yang mengatur tentang kunjungan ke luar negeri," demikian dikutip surat tersebut.
Kemendagri menegaskan, jika Lukas Enembe kembali melakukan kunjungan ke luar negeri secara ilegal, maka terdapat sanksi sebagaimana diatur dalam Pasal 77 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014.
Dalam surat teguran itu Kemendagri menjelaskan, kunjungan kepala daerah ke luar negeri baik untuk kepentingan kedinasan atau alasan penting lain telah diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2019 tentang Tata Cara Perjalanan ke Luar Negeri di Lingkungan Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintahan Daerah.
Kemudian, sesuai dengan bunyi Pasal 67 huruf b UU Pemerintahan Daerah, kepala daerah punya kewajiban untuk menaati seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan agar penyelenggaraan pemerintahan berjalan sebagaimana ketentuan peraturan perundang-undangan. Pemerintah melakukan pembinaan dan pengawasan sebagaimana telah diatur dalam Pasal 373 ayat (1) dan Pasal 374 ayat (1) dan ayat (2) UU Pemerintahan Daerah.
Sebelumnya, Kepala Divisi Imigrasi Kanwil Kemenkumham Papua Novianto Sulastono mengakui Papua Nugini telah mendeportasi Gubernur Papua Lukas Enembe beserta dua orang pendamping yang masuk ke wilayah PNG secara ilegal (tanpa dokumen). Konsulat RI di Vanimo pun mengeluarkan surat pengganti laksana paspor (SPLP).
"Memang benar Gubernur Enembe beserta dua orang pendamping-nya dideportasi, sehingga Konsulat RI di Vanimo mengeluarkan surat pengganti laksana paspor (SPLP). Tiga SPLP yang dikeluarkan Konsulat RI di Vanimo, Jumat (2/4) masing-masing atas nama Lukas Enembe, Hendrik Abidondifu dan Ely Wenda," kata Sulastono yang didampingi Pjs Kanim Imigrasi Jayapura Agus Makabori di Skouw.
Ia mengatakan, kasus masuknya Gubernur Enembe ke Vanimo saat ini masih didalami Kanim Jayapura."Kasusnya masih didalami Imigrasi Jayapura," ucap Sulastono seraya menambahkan Imigrasi Jayapura saat ini sudah menahan SPLP Gubernur Lukas Enembe bersama dua pendampingnya.
Gubernur Papua Lukas Enembe mengakui masuk ke Papua Nugini melalui jalan setapak menggunakan ojek dengan tujuan berobat dan melakukan terapi. Ia mengaku pergi ke Vanimo pada Rabu (31/3) untuk melakukan pengobatan atas penyakit yang dideritanya.
"Saya mengetahui apa yang dilakukan salah karena melintas dan masuk wilayah PNG melalui jalan setapak dengan menggunakan ojek," ujar Enembe seusai pemeriksaan tes antigen guna mengetahui apakah terpapar Covid-19 atau tidak.
Pemulangan Gubernur Papua Lukas Enembe dari Vanimo, PNG, diantar Konsul RI di Vanimo Allen Simarmata, setibanya di zona netral dijemput Konsul Jenderal PNG Geoffrey L Wiri dan Kepala Badan Urusan Perbatasan dan Kerja sama Luar Negeri Pemerintah Provinsi Papua Suzana Wanggai.