REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas) Yusril Ihza Mahendra mengatakan, pemerintah dan DPR mau tidak mau harus merumuskan kembali Undang-Undang (UU) Pemilu. Hal itu menyikapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait penyelenggaraan pemilu.
"Sekarang sudah mau tidak mau karena memang itu sudah putusan MK, final dan binding (mengikat). Pemerintah dan DPR harus merumuskan kembali Undang-Undang Pemilu, termasuk sejumlah masalah baru yang timbul, misalnya mengenai anggota DPRD," kata Yusril saat ditemui di (antor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Jakarta Pusat, Rabu (2/7/2025).
MK memutuskan, keserentakan pemilu yang konstitusional ialah memisahkan antara pemilu nasional dan lokal. Pemilu anggota DPRD dan kepala/wakil kepala daerah (pemilu lokal) diselenggarakan dua atau dua tahun dan enam bulan (2,5 tahun) sejak pelantikan anggota DPR, DPD, dan presiden/wakil presiden terpilih (pemilu nasional).
Menurut Yusril, dengan model keserentakan tersebut, kepala/wakil kepala daerah hasil pemilihan 2024 dimungkinkan untuk diganti dengan penjabat setelah Pemilu 2029. Di sisi lain, Yusril menilai, model tersebut berpotensi menimbulkan permasalahan untuk masa jabatan anggota DPRD hasil Pemilu 2024.
"Bagaimana halnya dengan anggota DPRD? Apakah bisa anggota DPRD itu diperpanjang? Apakah ini tidak against (menentang) konstitusi sendiri karena memang anggota DPRD itu harus dipilih oleh rakyat?" tutur pakar hukum tata negara tersebut.
Maka dari itu, menurut Yusril, pemerintah dan DPR perlu mendiskusikan secara mendalam putusan MK tersebut agar tindak lanjutnya tidak pula menabrak konstitusi. Dari sisi pemerintah, Yusril menyebut, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menjadi pihak utama untuk menangani persoalan itu.