REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat terorisme dari Universitas Malikussaleh Aceh, Al Chaidar, mengatakan pemerintah perlu memperbanyak materi-materi pelajaran agama pada kurikulum anak didik untuk menangkal paham radikal di kalangan generasi muda. "Perlu upaya masif dari pemerintah salah satunya melalui ranah pendidikan atau penguatan kurikulum," kata Al Chaidar saat dihubungi di Jakarta, Senin (5/4).
Penguatan materi atau referensi agama tersebut akan memberikan pemahaman secara mendasar bagi anak didik sehingga tidak salah mengartikan atau menyimpang dari ketentuan yang ada. Dalam proses perjalanannya, ia menilai kurikulum yang ada di Indonesia semakin mengurangi materi-materi maupun jam pelajaran agama.
Padahal, referensi agama penting untuk anak didik. "Referensi-referensi agama semakin hari makin singkat," kata dia.
Akibatnya, bahan-bahan ajar yang seharusnya diperoleh anak didik menjadi sesuatu yang langka dan mereka tidak mendapatkannya. Dampak buruknya ialah ketika generasi muda yang haus akan pelajaran agama tersebut bertemu dengan jaringan teroris dan mengajarkan mereka tentang ilmu agama yang bisa saja menyimpang dari seharusnya.
"Pada akhirnya mereka ini terjerat dalam kelompok teroris dan dikuasai serta dikendalikan untuk tindakan-tindakan teror," katanya.
Ia menilai keterlibatan generasi muda pada aksi teror di Mabes Polri pada Rabu (31/3) merupakan contoh dari kurangnya pengetahuan agama dan keringnya nilai-nilai spiritual. Sebab itu, pemerintah disarankan sesegera mungkin mencari solusi pencegahan keterlibatan generasi muda dalam jaringan terorisme yang lebih banyak lagi.