REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengurus Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (Lakpesdam PBNU) M. Najih Arromadloni mengatakan moderasi beragama menjadi cara terbaik dalam memerangi radikalisme dan terorisme.
"Pengertian moderasi beragama itu tidak menciptakan agama baru, tetapi mengembalikan agama pada karakter aslinya yang memang sudah moderat," kata Najih dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (20/12/2023).
Jadi, tidak ada pemisahan antara agama yang moderat ataupun radikal. "Agama itu pada dasarnya moderat, pemeluknyalah yang membawa agama itu untuk tindakan ekstrem," kata Najih.
Menurutnya, radikalisme dan terorisme adalah bentuk kejahatan yang sangat kompleks. Walaupun berbagai aksi dan dampak buruknya bisa teratasi, tetapi bahaya latennya tetap menghantui. Hal ini disebabkan oleh bibit radikalisme yang sudah mengakar kuat dalam pemikiran, relatif sulit pendeteksiannya bila dibandingkan dengan tindak kejahatan lainnya.
Oleh karena itu, ia juga menekankan pentingnya untuk mengutamakan moderasi beragama ketika bermunculan ekstremisme di tengah masyarakat sehingga moderasi beragama harus digaungkan untuk menjadi solusi bagi semua.
"Masyarakat tentu masih ingat bahwa Indonesia sempat mengalami turbulensi politik yang cukup keras karena permainan kelompok radikal yang menggoyang stabilitas nasional. Beberapa kali perhelatan pemilihan umum, baik di tingkat daerah maupun nasional, diwarnai dengan kerasnya politik identitas dan menjurus pada dikotomi murahan yang isinya 'si baik melawan si jahat'," ujar Najih.
Salah satu contohnya adalah peristiwa demonstrasi 212 di 2016, persis sebelum Pilkada DKI dilangsungkan pada 20 April 2017. Politisasi agama yang dilakukan saat itu ternyata bisa menimbulkan efek berantai sedemikian besar.
"Show of force kelompok radikal yang menunggangi aksi 212 sebenarnya tidak terjadi secara instan, melainkan mereka telah menancapkan pengaruhnya pada beberapa instansi, mulai dari perguruan tinggi hingga pemerintahan," lanjut Najih.
Najih menguraikan peristiwa demonstrasi 212 menjadi titik balik yang membuka mata banyak orang, bahwa ada persoalan intoleransi dan radikalisme yang harus ditangani dengan segera.
Ormas-ormas seperti Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah kemudian mulai bergerak dengan semakin banyak mempublikasikan narasi moderat ke tengah masyarakat. Ormas moderat inilah yang kemudian mendorong pemerintah untuk membubarkan beberapa organisasi Islam radikal yang saat itu cukup kuat pengaruhnya.
Organisasi seperti NU yang giat menuntut pemerintah...