REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Juru bicara Demokrat versi Kongres Luar Biasa (KLB) Muhammad Rahmad mengatakan, pihaknya tetap akan mengambil opsi gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Hal itu sesuai dengan opsi Andi Mallarangeng untuk menunggu dan buka suara.
"Gugatan ke Pengadilan Negeri terkait AD/ART 2020 sudah diajukan pekan lalu," ujar dia kepada Republika.co.id, Selasa (6/4).
Dalam gugatan itu, kata dia, pihaknya meminta pengadilan untuk membatalkan Akta Notaris AD/ART 2020 beserta susunan pengurus DPP Demokrat AHY. Permintaan itu, diklaimnya karena telah melanggar UU baik formil dan materiil.
Tak sampai di sana, pihaknya juga meminta kubu AHY untuk mengganti rugi Rp 100 miliar. Menurut dia, uang tersebut akan diberikan ke seluruh DPD dan DPC se-Indonesia yang selama ini diklaim pihak KLB, telah menyetor ke DPP.
"Terkait gugatan terhadap putusan kemenkumham yang menolak hasil KLB Deli serdang, sesuai UU PTUN Pasal 55, tersedia waktu 90 hari untuk melayangkan gugatan ke PTUN,’’ tuturnya.
Dengan alasan tersebut, pihaknya mengaku akan mencicil prioritas demi keabsahan KLB. "Ke PTUN masih ada waktu. Jangan buru-buru," jelas dia.
Sebelumnya, Sekretaris Majelis Tinggi Partai Demokrat, Andi Mallarangeng menyebut bahwa KSP Moeldoko memiliki tiga pilihan merespon putusan Menkumham Yasonna Laoly. Utamanya, yang telah menolak pengesahan kepengurusan Demokrat versi KLB.
Andi menuturkan, opsi pertama adalah Moeldoko mengundurkan diri dari Partai DEmokrat KLB dan kembali fokus dalam melakukan tugasnya sebagai KSP. Sedangkan pilihan kedua, kata dia, Moeldoko bisa mengambil langkah untuk membuat parpol baru bersama pihaknya di KLB Deli Serdang beberapa waktu lalu.
Opsi terakhir, jelasnya, Moeldoko dan pihak KLB bisa tetap berusaha mengambil alih Partai Demokrat yang sah dengan mengajukan gugatan ke PTUN.