Kamis 08 Apr 2021 12:03 WIB

Antara Ayat Qishash dan Perintah Berpuasa

Aksi bom bunuh diri adalah tindakan yang merugikan diri sendiri dan orang lain.

Rep: Imas Damayanti/ Red: A.Syalaby Ichsan
KH Ahsin Sakho Muhammad
Foto: Agung Supriyanto Republika
KH Ahsin Sakho Muhammad

REPUBLIKA.CO.ID, Ayat mengenai kewajiban puasa Ramadhan di dalam Alquran ternyata memiliki keterkaitan dengan susunan ayat sebelumnya yang berisi tentang qishash (pembunuhan). Lantas seperti apa makna tersirat dari susunan ayat tersebut?

Mengenai ayat tentang berpuasa, Allah SWT berfirman dalam QS Al-Baqarah ayat 183: “Ya ayyuhalladzina aamanuu kutiba alaikumusshiyaamu kamaa kutiba alal-ladzina min qablikum la’allakum tattaqun.” Yang artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertakwa.”

Pakar Ilmu Alquran Prof  KH Ahsin Sakho menjelaskan, ayat tersebut tersusun setelah ayat mengenai qishash diturunkan. Allah berfirman dalam Alquran Surah Al-Baqarah penggalan ayat 178: “Ya ayyuhalladzina aamanuu kutiba alaikuml-qishashu fil-qatla.” Yang artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh.”

Menurut dia, ayat tentang kewajiban berpuasa diturunkan setelah ayat mengenai qishash karena qishash merupakan tindakan yang diidentikan dengan perilaku yang tidak baik. “Kenapa ada seseorang yang membunuh? Karena dia memiliki sifat-sifat yang tidak baik. Maka ayat shaum (puasa) itu diturunkan setelah ayat qishash, maka hendaknya dia berpuasa,” kata Kiai Ahsin  saat dihubungi Republika, Rabu (7/4).

Kewajiban berpuasa merupakan kesempatan yang diberikan Allah kepada manusia dalam rangka meningkatkan ketakwaan. Menurut dia, puasa erat kaitannya dengan kejiwaan yang dapat menguji relung hati seseorang agar senantiasa terisi oleh Allah SWT.

Apabila seseorang dapat melalui puasanya dengan baik, hal tersebut bermakna dia takut kepada Allah SWT. Dia mampu lolos dan menaiki tangga ketakwaan yang lebih tinggi. Sebagaimana diketahui, dalam berpuasa umat Islam bukan hanya dianjurkan untuk menahan diri dari makanan dan minuman, tapi juga menahan diri dari hawa nafsu .

Oleh karena itu, ujar dia, melakukan pembunuhan atau pun melakukan aksi bom bunuh diri adalah tindakan yang merugikan diri sendiri dan orang lain. Apalagi, kata dia, dalam Islam tindakan membunuh termasuk ke dalam tujuh dosa besar sebagaimana yang disampaikan Nabi Saw.

Dalam sebuah riwayat, Nabi bersabda: “Ijtanibuu as-sab’a al-mubiqaati. Qaaluu: ya Rasulallahi, wa maa hunna, qaala: as-syirku billahi, wassihru, wa qatlu an-nafsi allati harramallahu illa bil-haqqi, wa aklurribaa, wa aklu maalil-yatimi, wattawalli yauma azzahfi, wa qadful-muhshinaati al-mu’minaati al-ghaafilaati.”

Yang artinya: “Jauhilah tujuh (dosa besar) yang membinasakan. Mereka (sahabat Nabi) bertanya: ‘Wahai Rasulullah, apa saja itu?’ Nabi pun menjawab: menyekutukan Allah, membunuh jiwa yang Allah haramkan tanpa alasan yang hak, memakan riba, memakan harta anak yatim, lari dari medan perang, dan menuduh wanita mukmin baik yang lengah melakukan perzinaan,”

“Selama puasa, jangankan sampai membunuh, mencaci maki saja tidak boleh, kalau kita mau membalas caci makian orang pun, sebaiknya katakan: ana shaaim (saya berpuasa),” kata dia.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement