REPUBLIKA.CO.ID,PARIS -- Pemerintah Prancis mengecam perusakan pusat budaya Islam di wilayah barat dengan slogan-slogan Islamafobia, Ahad (11/4). Menteri Dalam Negeri Gerard Darmanin, menyatakan serangan terhadap Muslim adalah serangan terhadap negara.
"Serangan terhadap Muslim adalah serangan terhadap Republik," kata Darmanin setelah dia mengunjungi situs tersebut.
Coretan dilakukan di sisi bangunan yang digunakan sebagai ruang sholat di kota Rennes. Di antara slogan-slogan yang tertulis di gedung itu adalah "Katolik, agama negara" dan "Tidak untuk Islamifikasi". Momen ini terjadi beberapa hari sebelum bulan suci Ramadhan dimulai di Prancis pada Selasa (13/4).
Darmanin mengatakan, perusakan tempat ibadah ini adalah serangan yang menjijikkan terhadap kebebasan fundamental untuk percaya pada suatu agama. Dia menegaskan, Muslim berhak mendapatkan perlindungan yang sama seperti kelompok agama lain di Prancis.
Salah satu kelompok utama yang mewakili Muslim di Prancis,
Dewan Kepercayaan Muslim Prancis (CFCM), menyebut insiden itu sebagai serangan yang tidak dapat diterima. "Menjelang Ramadan dan menghadapi lonjakan aksi anti-Muslim, CFCM menyerukan umat Islam di Prancis untuk waspada," kata asosiasi itu di Twitter.
Prancis mengikuti bentuk sekularisme yang ketat yang dikenal sebagai "laicité". Konsep ini yang dirancang untuk memisahkan agama dan kehidupan publik.
Darmanin merupakan seorang konservatif dalam pemerintahan Presiden Emmanuel Macron. Dia adalah sponsor utama undang-undang yang disahkan melalui parlemen yang menurut pemerintah dirancang untuk menangani fundamentalisme yang melanggar yang merongrong nilai-nilai Prancis.
Perwakilan senior dari semua agama diajak berkonsultasi selama penyusunan dan CFCM mendukung RUU tersebut. Meskipun undang-undang tersebut tidak merujuk pada Islam secara khusus, beberapa kritikus mengatakan undang-undang itu menuding Muslim.