REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Harga pakan unggas di dalam negeri terus mengalami kenaikan. Itu disebabkan harga-harga bahan baku seperti jagung yang terus mengalami kenaikan sejak awal tahun 2021.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Kementerian Perdagangan, Syailendra, memaparkan, rata-rata harga jagung lokal hingga April 2021 sudah mencapai Rp 4.263 per kilogram (kg) atau naik 6,52 persen dari rata-rata harga bulan Maret sebesar Rp 4.002 per kg. Adapun harga jagung bulan Januari lalu masih di kisaran Rp 3.845 per kg.
Adapun harga acuan pemerintah yakni paling tinggi Rp 3.150 per kg untuk kadar air 15 persen atau paling rendah Rp 2.500 per kg kadar air 35 persen di tingkat petani.
Jagung memiliki kontribusi sekitar 40-45 persen terhadap pembentukan harga pakan unggas. Oleh karena itu, kenaikan tersebut akan berpengaruh pada harga pakan unggas itu sendiri.
"Harga pakan saat ini begitu tinggi naiknya. Bisa dibayangkan dengan situasi harga jagung saat ini," kata Syailendera dalam webinar Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi, Selasa (20/4).
Syailendra mengatakan, berdasarkan pantauan Kementerian Perdagangan, harga pakan yang dijual pabrikan saat ini berkisar antara Rp 7.500 sampai Rp 8.300 per kg, atau lebih tinggi dari rata-rata harga pakan sebesar Rp 6.000 per kg.
Akibat tingginya harga pakan itu, lantas menaikkan harga daging ayam hingga tingkat konsumen. Pasalnya, pakan berkontribusi hingga 66 persen terhadap harga daging ayam. Syailendera mengatakan, harga daging ayam di pasar saat ini bahkan ada yang melebihi Rp 40 ribu per kg atau jauh di atas acuan sebesar Rp 35 ribu per kg.
"Bisa dibayangkan kalau harga pakan naik, maka harga ayam di pasar itu bisa tembus di atas Rp 40 ribu-Rp 42 ribu per kg," kata Syailendra.
Oleh karena itu, Syailendera mengingatkan peran dan kontribusu jagung terhadap harga pakan dan pembentukan harga daging ayam sangat besar. Mahalnya harga jagung saat ini, menurut Syailendera juga karena adanya keterbatasan pasokan jagung. Ia mengatakan stok jagung saat ini hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan 29 hari produksi pakan, turun dari posisi Februari yang mencapai 33 hari produksi.
"Kalau kita tidak bisa memberikan harga yang baik, ada persoalan yang lebih besar yang kita hadapi," ujarnya.