REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Biro Statistik Nasional China menyatakan populasi negara itu tumbuh tahun lalu, Kamis (29/4). Pernyataan itu membantah laporan yang menyatakan bahwa jumlah penduduk negara itu telah berkurang.
"Menurut pemahaman kami, pada 2020, populasi negara kami terus bertambah," kata biro itu dalam pernyataan satu kalimat dan menekankan bahwa angka rinci akan diungkapkan ketika hasil sensus dipublikasikan.
Biro Statistik Nasional menunda penerbitan hasil sensus sekali dalam satu dekade yang seharusnya rilis tahun lalu. Badan statistik sebelumnya hanya memberi alasan keterlambatan itu karena diperlukan lebih banyak pekerjaan persiapan dan hasilnya akan diumumkan pada awal April.
Laporan surat kabar Financial Times pada Selasa (27/4) yang memicu pernyataan bantahan dari Biro Statistik Nasional China. Dalam laporan itu mengatakan, China akan mengalami penurunan populasi hingga di bawah 1,4 miliar. Jumlah itu akan menjadi penurunan pertama dalam lima dekade.
Kelahiran di China terus menurun meskipun kebijakan dua anak yang menggantikan batas satu anak berusia puluhan tahun dicabut pada 2016. Kementerian Keamanan Publik, pada tahun lalu menyatakan kelahiran turun 15 persen menjadi 10,035 juta dari 2019.
Sensus 2010 menunjukkan populasi daratan adalah 1,34 miliar. Biro Statistik Nasional menyatakan, pada 2019 jumlah itu meningkat menjadi 1,4005 miliar.
Financial Times menyatakan, jumlah penduduk sangat sensitif dan tidak akan dirilis sampai departemen pemerintah mencapai konsensus tentang data dan implikasinya. Penurunan populasi yang tak terduga akan menambah tekanan pada Beijing untuk segera mengambil langkah-langkah untuk mendorong warga memiliki lebih banyak anak dan menghindari penurunan yang tidak dapat diubah.
Dalam beberapa bulan terakhir, media pemerintah mengatakan populasi mungkin mulai menyusut dalam beberapa tahun mendatang. Pada 2016, Beijing menetapkan target untuk meningkatkan populasi menjadi sekitar 1,42 miliar pada 2020.
Jumlah penduduk China terakhir kali turun pada 1959-1961, selama kampanye Lompatan Jauh ke Depan oleh Mao Zedong. Selama periode tersebut, populasi menyusut 13,48 juta, di tengah kelaparan yang disebabkan oleh kebijakan ekonomi yang menghancurkan.