REPUBLIKA.CO.ID, FLORIDA -- Wahana Voyager 1 adalah salah satu pesawat antariksa tertua dan objek buatan manusia yang paling jauh dari Bumi. Wahana ini masih melakukan sains di antariksa sejak diluncurkan 40 tahun lalu.
Probe ini telah memasuki dekade keempat dari misinya. Setiap tahun, Vogayer 1 menempuh jarak 3,5 satuan astronomi (SA) (jarak antara Bumi dan matahari) dari kita. Sekarang, Vogayer 1 mengirim pesan ke Bumi bahkan saat ia bersiap untuk meninggalkan tata surya ini.
Informasu terbaru dari Vogayer 1 dilaporkan para ilmuwan baru-baru ini di The Astrophysical Journal. Dilansir di Popsci, Kamis (29/4) disebutkan, selama beberapa dekade, Voyager telah berlayar dengan kecepatan sekitar 11 mil (17 kilometer) setiap detik.
Ada banyak cara untuk memikirkan 'tepi tata surya'. Salah satunya adalah daerah perbatasan yang disebut heliopause.
heliopause adalah perbatasan di mana angin matahari (sub partikel bermuatan yang terus menerus dibuang oleh matahari) terlalu lemah untuk menahan medium antarbintang seperti plasma, debu, dan radiasi yang mengisi sebagian besar ruang.
Menurut Bill Kurth, seorang astrofisikawan di University of Iowa, ketika Voyager 1 meninggalkan Bumi pada tahun 1977, tidak ada yang yakin di mana heliopause berada. Beberapa ilmuwan bahkan mengira heliopause sedekat 10 atau bahkan 5 SA, mengitari orbit Jupiter, yang dilewati Voyager 1 pada 1979, atau Saturnus.
Pada kenyataannya, jarak heliopause sekitar 120 AU. Kita tahu ini sebagian karena Voyager 1 melintasi heliopause pada Agustus 2012, tiga setengah dekade setelah ia meninggalkan Bumi.
Data dari Voyager 1
Setiap beberapa tahun, Voyager 1 mencatat lebih banyak data tentang plasma dan debu di sini. Misalnya, pada 2012 dan 2014 lalu, Voyager 1 merasakan guncangan.
Menurut Kurth, yang direkam Voyager 1 adalah lonjakan magnet, disertai dengan ledakan elektron energik yang menyebabkan medan listrik berosilasi yang kuat. Guncangan ini adalah efek terjauh dari matahari, beriak keluar bahkan melewati heliopause.
Apa yang ditemui Voyager 1 pada tahun 2020 adalah lompatan lain dalam kekuatan medan magnet, tetapi tanpa osilasi listrik yang kuat itu. Para ilmuwan malah berpikir itu adalah tekanan, gangguan yang jauh lebih halus yang bergerak ke medium antarbintang. Voyager 1 sebelumnya mengalami hal seperti itu pada tahun 2017.
Menurut Jon Richardson, seorang astrofisikawan di MIT yang bukan penulis makalah tersebut, temuan terbaru ini menunjukkan bahwa Voyager 1 masih mampu mengejutkan para ilmuwan.
Biasanya, katanya, probe perlu mengalami guncangan di plasma sekitarnya untuk mengukur kepadatannya. Tetapi dengan pengamatan seperti ini, para ilmuwan telah menemukan cara menggunakan Voyager 1 untuk terus memantau kepadatan itu, lebih dari 13 miliar mil jauhnya dari kita.
Richardson juga mengatakan temuannya menunjukkan bahwa Voyager 1 terus merasakan sulur matahari, miliaran mil melewati heliopause.
"Matahari masih memiliki pengaruh besar, jauh di luar heliosfer." katanya.