Rabu 05 May 2021 14:16 WIB

Kontraksi Kuartal I, Bukti Perekonomian Sanggup Bertahan

Dampak pandemi Covid-19 masih membayangi pertumbuhan perekonomian.

Red: Indira Rezkisari
Suasana pusat perbelanjaan Thamrin City di Jakarta. Konsumsi masyarakat merupakan salah satu tulang punggung pertumbuhan perekonomian Indonesia. Pada Rabu (5/5), BPS mengumumkan pertumbuhan ekonomi kuartal I Indonesia masih mengalami kontraksi sebesar minus 0.74 persen.
Foto: Antara/Galih Pradipta
Suasana pusat perbelanjaan Thamrin City di Jakarta. Konsumsi masyarakat merupakan salah satu tulang punggung pertumbuhan perekonomian Indonesia. Pada Rabu (5/5), BPS mengumumkan pertumbuhan ekonomi kuartal I Indonesia masih mengalami kontraksi sebesar minus 0.74 persen.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Sapto Andika Candra, Retno Wulandhari, Novita Intan, Antara

Badan Pusat Statistik (BPS) hari ini mengumumkan pertumbuhan ekonomi kuartal I 2021 Indonesia masih tumbuh minus. Berdasarkan data BPS, di kuartal I terjadi kontraksi ekonomi sebesar minus 0,74 persen.

Baca Juga

Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi, Arif Budimanta, mengatakan realisasi produk domestik bruto (PDB) atau pertumbuhan ekonomi pada kuartal I 2021 sebesar minus 0,74 persen secara tahunan (year on year/yoy) menunjukkan ekonomi domestik mampu bertahan. Angka tersebut dilihat Arif sebagai bukti ekonomi Indonesia pulih dengan cepat di tengah tekanan pandemi Covid-19.

"Selisih tipis, yang hanya sebesar minus 0,74 persen secara tahunan dibanding masa sebelum pandemi, menunjukkan perekonomian kita sanggup bertahan," kata Arif, Rabu (5/5). Pada kuartal I tahun lalu, menurut Arif, kondisi perekonomian Indonesia dapat disimpulkan belum terkena dampak pandemi Covid-19, mengingat kasus pertama virus corona di Tanah Air baru ditemukan pada 2 Maret 2020.

Bahkan, ujar dia, sempat terjadi penguatan kegiatan ekonomi pada akhir Maret 2020 karena adanya panic buying atas beberapa jenis barang tertentu, terutama produk kesehatan dan kebutuhan pokok. Setelah itu, dampak pandemi Covid-19 mulai terasa ke berbagai sektor perekonomian.

"Ternyata, setelah satu tahun berlalu, ekonomi Indonesia mampu bertahan dari tekanan," ujar Arif, sembari menyebutkan koreksi tipis sebesar minus 0,74 persen dari laju pertumbuhan ekonomi. Namun, katanya, dampak pandemi Covid-19 memang masih membayangi ekonomi domestik, baik terhadap pasokan dan juga permintaan.

Maka dari itu, pemerintah harus terus meningkatkan kerja sama dengan otoritas lain, seperti otoritas moneter Bank Indonesia untuk memperbaiki pasokan dan permintaan. Menurut data BPS, sebanyak 64,56 persen PDB menurut lapangan usaha di kuartal I (yoy) berasal dari industri, pertanian, perdagangan, konstruksi dan pertambangan. Hal itu tersebut mengindasikan sektor riil sudah bergerak lebih produktif dibandingkan sebelumnya.

Selain itu, neraca perdagangan Indonesia juga tercatat surplus pada kuartal I 2021 dengan pertumbuhan ekspor 6,74 persen, dan kenaikan impor yang masih terkendali di 5,27 persen. Menurut BPS, berdasarkan pengeluaran, pertumbuhan ekonomi nasional kuartal I 2021 terdiri atas konsumsi minus 2,23 persen, investasi minus 0,23 persen, belanja pemerintah 2,96 persen, ekspor 6,74 persen, dan impor 5,27 persen.

Istana pun meyakini kontraksi ekonomi akan berakhir pada kuartal I 2021. Kinerja ekonomi diprediksi mulai masuk zona positif pada kuartal II 2021 dan seterusnya. Sehingga secara akumulasi, pertumbuhan ekonomi sepanjang 2021 akan mencatatkan kinerja positif dibanding 2020 lalu.

Sebagai informasi, ekonomi Indonesia mulai mengalami kontraksi pada kuartal II 2020 lalu dengan capaian minus 5,32 persen, kuartal III dengan minus 3,49 persen, dan kuartal IV dengan minus 2,19 persen.

Center of Reform on Economics (CORE) menilai kontraksi pertumbuhan ekonomi yang masih terjadi dipengaruhi pertumbuhan konsumsi yang juga masih kontraksi. "Sebagaimana diketahui, konsumsi masyarkat merupakan proporsi terbesar dalam ekonomi Indonesia," kata ekonom CORE, Yusuf Rendy Manilet, Rabu (5/5).

Menurut Yusuf, pertumbuhan konsumsi masyarakat yang terkontraksi sudah bisa diprediksi dari beberapa indikator. Salah satunya yaitu indeks penjualan riil yang pertumbuhannya masih berada pada level negatif.

Hal tersebut diperparah dengan penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Di sisi lain, daya beli masyarakat masih belum pulih secara optimal karena pemerintah mulai mencabut beberapa pos bantuan seperti misalnya subsidi gaji di awal tahun ini.

Yusuf melihat,  pemulihan ekonomi sepanjang tahun ini akan banyak dipengaruhi oleh dinamika penyebaran kasus Covid-19. Oleh karena itu, upaya penanganan dari sisi kesehatan sangat penting untuk diperhatikan.

"Proses vaksinasi harus dipercepat plus yang tidak kalah penting meningkatkan kapasitas test, tracing dan isolasi serta punishment/enforcement kepada masyarakat yang tidak disiplin menerapkan protokoler kesehatan," ujar Yusuf.

Menurut Yusuf pertumbuhan ekonomi di kuartal II masih akan bergantung pada pertumbuhan konsumsi masyarakat. Selain konsumsi masyarakat, pertumbuhan realisasi belanja pemerintah juga akan ikut mendorong realisasi pertumbuhan positif di kuartal II.

"Hanya saja jika kami melihat target pertumbuhan untuk bisa tumbuh sampai dengan 6,9 persen akan relatif sulit, kami sendiri memproyeksikan pertumbuhan di kuartal II akan berada di level pertumbuhan 4 persen," tutur Yusuf.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement