REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Anis Matta menegaskan, Partai Gelora memiliki perbedaan platform yang fundamental tentang Indonesia Masa Depan dibandingkan dengan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tempatnya dahulu bernaung.
Dalam siaran pers yang diterima Republika, Anis menyebut perbedaan itu, antara lain, adalah Partai Gelora mengusung platform arah baru sejarah Indonesia sebagai salah satu pemain utama kekuatan global. Menjadikan Indonesia kekuatan kelima dunia setelah Amerika Serikat (AS), Uni Eropa (UE), Rusia, dan China.
Untuk mewujudkan hal itu, kata Anis, Partai Gelora mengajak semua komponen bangsa untuk berkolaborasi. Menurut Anis, Pancasila sebagai platform dasar berbangsa dan bernegara memiliki nilai inti kolaborasi. Maka, kemajuan Indonesia hanya bisa terwujud jika semangat kolaborasi ini kita kedepankan.
Seiring semangat kolaborasi, mantan wakil ketua DPR ini juga menyerukan untuk mengakhiri pembelahan yang terjadi di masyarakat, antara Islamis dan nasionalis, antara kelompok tengah, kanan, dan kiri.
"Waktu saya memutuskan untuk mendirikan partai baru ini, saya melakukannya dengan satu keyakinan bahwa jika saya ingin mengisi sisa hidup dalam pengabdian, maka saya harus bisa memberikan kontribusi yang besar dan menjadi bagian dari proses penentuan arah sejarah baru Indonesia. Arah baru itulah yang menjadi ide atau narasi utama Partai Gelora," kata Anis Matta
Menurut Anis, ia sadar hal ini tidak lazim dalam perpolitikan Indonesia. Meski narasi yang disampaikan terlalu rumit, ternyata masyarakat menerima sehingga banyak yang bergabung ke Partai Gelora. "Narasi kami mewakili mimpi orang-orang di bawah," katanya.
Anis Matta mengaku perlu menjelaskan secara detail ke publik mengenai perbedaan antara Partai Gelora dan PKS. Ia mengaku kerap mendapatkan pertanyaan dari masyarakat, termasuk dari para wartawan.
Menurut Anis Matta, dasar pendirian Partai Gelora adalah perbedaan pemikiran mengenai platform narasi arah baru sejarah Indonesia. Indonesia selama ini selalu menjadi 'residu' bagian permainan kekuatan politik global, baik pada masa penjajahan, kemerdekaan, Orde Lama, Orde Baru, dan Reformasi.
"Kalau kita tidak mengambil posisi sebagai kekuatan utama global, semua progran kita tidak akan berjalan. Terbukti kita gagap menghadapi pandemi Covid-19. Dan, dunia terlalu terintegrasi, contohnya soal vaksin. Kita ini jadi korban virus dan konsumen vaksin, itu menyakitkan. Hal ini menggambarkan betapa rapuhnya kita, jika tidak menjadi arus utama kekuatan global dunia," ujarnya.
Anis Matta mengungkapkan, pemikiran mengenai arah sejarah baru Indonesia ini tidak bisa diterima di PKS sehingga yang mengemuka ke publik terjadi konflik internal, padahal tidak demikian.
Setelah beberapa tahun melakukan perdebatan internal antara dirinya, Fahri Hamzah, Mahfuz Sidik, dan beberapa kader lainnya, maka diputuskan mendirikan Partai Gelora dengan platform dan narasi baru.
"Yang kita lakukan di Partai Gelora saat ini menumbuhkan kesadaran arah sejarah baru Indonesia, bukan sekadar jargon kampanye selama 5 tahunan," kata dia.