REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Aliansi Vaksin GAVI sedang dalam pembicaraan dengan produsen vaksin COVID-19 termasuk Sinopharm milik China untuk mengamankan pasokan. Pembicaraan itu termasuk memperluas skema berbagi vaksin COVAX dan mengamankan dosis untuk distribusi.
Vaksin COVID-19 buatan Sinopharm telah mendapat persetujuan penggunaan darurat dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pekan lalu. Dengan demikian, vaksin ini memenuhi syarat untuk berpartisipasi dalam program COVAX dan mendorong peran yang lebih besar oleh China untuk memvaksin dunia.
COVAX, yang dijalankan bersama oleh GAVI dan WHO untuk menyediakan vaksin kepada negara-negara miskin di dunia, telah berhadapan dengan masalah pasokan utama. Sampai saat ini suntikan AstraZeneca yang dibuat oleh Serum Institute of India merupakan dosis yang paling banyak diluncurkan, tetapi pihak berwenang di negara itu telah membatasi ekspor karena epidemi besar-besaran di India.
"GAVI, atas nama Fasilitas COVAX, sedang berdialog dengan beberapa produsen, termasuk Sinopharm, untuk memperluas dan mendiversifikasi portofolio lebih lanjut dan mengamankan akses ke dosis tambahan untuk peserta Fasilitas (COVAX)," kata seorang juru bicara kepada Reuters, Senin (10/5).
"Menindaklanjuti pengumuman baru tentang Moderna dan Novavax, kami akan terus memberikan pembaruan tentang setiap kesepakatan baru pada waktunya," ujar juru bicara tersebut, mengacu pada pembuat vaksin Amerika Serikat.
Novavax Inc mengatakan pekan lalu bahwa pihaknya telah setuju dengan GAVI untuk memproduksi dan mendistribusikan 350 juta dosis vaksin COVID-19 ke negara-negara yang berpartisipasi di bawah COVAX. Moderna akan memasok 34 juta dosis vaksin COVID-19 tahun ini untuk program COVAX, dengan 466 juta dosis tersedia tahun depan.
GAVI, yang mengimbau pembiayaan penuh COVAX, mengatakan bahwa akan membutuhkan tambahan 1,7 miliar dolar AS (sekitar Rp 24 triliun) setidaknya pada Juni untuk mengamankan pasokan vaksin untuk tahun 2021 dan awal 2022.