REPUBLIKA.CO.ID, Kamis (13/5/2021), Restu Wijayanti (39 tahun) kembali melalui separuh harinya merawat pasien bayi di rumah sakit saat sebagian besar masyarakat merayakan libur Idul Fitri 1442 hijriah/2021 masehi. Dia salah satu yang erlibat dalam kerja tim bersama 22 rekan kerja di Unit Pelayanan Intensif (ICU) perawatan bayi menuntut ibu dari dua anak itu perlu bekerja ekstra meladeni setiap pasien yang datang silih berganti dalam kondisi kritis.
Semua pasien di ruang ICU sudah tentu membutuhkan perhatian lebih dari para perawat yang saat itu bertugas. Misalnya, penyediaan alat bantu pernapasan, kontrol kesehatan, konsultasi orang tua hingga penanganan situasi kegawatdaruratan yang ditangani bersama dokter piket.
Dalam situasi ideal, kata Restu, seharusnya seorang pasien di ruang ICU membutuhkan dua petugas perawat. Namun berbeda dengan pelayanan di ruang bayi, biasanya tiga pasien hanya ditangani oleh satu perawat.
Dari total sembilan pemanfaatan tempat tidur atau 'Bed Occupancy Ratio' di ruang kerja Restu, boleh dibilang hampir jarang sekali kosong. Bahkan, fasilitas perawatan pasien bayi pada rumah sakit rujukan nasional itu kerap menjadi rebutan antarkeluarga pasien.
Saat libur Idul Fitri, aktivitas di rumah sakit cenderung lebih sepi dari kehadiran keluarga pasien yang datang menjenguk di ruang tunggu. Sebab sebagian mereka memilih untuk bersilaturahim ke tempat sanak saudara. Namun, situasi itu, tidak sedikitpun mengurangi kesibukan Restu melayani pasien bayi.
"Kadang, duduk kalau cuma pas shalat saat duduk tahiyat aja. Karena kerja di ICU bayi itu beda sama di ruang perawatan umum yang pasiennya bisa saja pulang. Tapi kalau di ICU bayi, pasti pasiennya selalu berdatangan," katanya.
Tidak jarang panggilan tugas diemban warga asal Cimahi itu saat mayoritas tetangganya sedang tertidur lelap di malam hari atau saat sibuk mempersiapkan agenda perayaan hari libur keluarga di "tanggal merah". Dalam setahun, kata Restu, hanya dua perawat yang diizinkan mendapat hak cuti merayakan Idul Fitri di tengah keluarga. Artinya, baru di tahun ke-11 Restu bisa hadir secara penuh di tengah keluarga untuk merayakan Idul Fitri.
Selama 16 tahun berkarir sebagai perawat, baru dua kali ia merasakan pengalaman menikmati waktu luang libur Idul Fitri. Itu pun kebetulan bertepatan dengan hari kelahiran kedua anaknya, sehingga bisa mengambil cuti kerja.
Biasanya, sepi dan perasaan sedih kerap dirasakan Restu saat harus bekerja di tengah kumandang takbir saat malam menjelang Idul Fitri. "Yang sedihnya, saya kalau malam takbiran. Sedihnya paling mantap pokoknya. Takbiran di rumah sakit itu yang paling berat," katanya.