Jumat 14 May 2021 17:09 WIB

Teladan Nabi, Membahagiakan Anak Yatim di Hari Fitri

Di hari Id Fitri, Nabi SAW mengangkat anak yatim, merawatnya seperti anak sendiri.

Red: Hasanul Rizqa
Berbagi dengan anak yatim (ilustrasi).
Foto: Antara/ Feny Selly
Berbagi dengan anak yatim (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Idul Fitri merupakan momen berbahagia. Pada saat ini, umat Islam di seluruh dunia merayakan kemenangan setelah tuntas berpuasa sebulan lamanya. Kaum Muslimin pun biasanya saling menyambung tali silaturahim, maaf memaafkan untuk mengisi hari raya.

Akan tetapi, nasib orang per orang bisa berbeda-beda. Bagi anak-anak yatim piatu, terlebih yang fakir dan miskin, momen Idul Fitri belum tentu diisi dengan suka cita. Kekurangan-kekurangan yang dialami acap kali menyebabkan mereka bermurung durja, alih-alih bahagia.

Baca Juga

Karena itu, Islam mengajarkan umatnya untuk berbagi, termasuk kepada anak-anak yang tak berayah, tak beribu. Nabi Muhammad SAW pun memberikan contoh teladan tentang membahagiakan anak yatim di kala hari raya.

Seperti dikisahkan dalam hadis riwayat Anas bin Malik. Kala itu, ada seorang anak yatim yang bersedih pada hari Idul Fitri.

Sementara itu, Rasulullah SAW berangkat dari rumahnya ke tanah lapang untuk melaksanakan shalat id. Beliau berpapasan dengan sekumpulan anak-anak yang sedang bermain dengan ceria. Namun, Nabi SAW terkejut karena mendapati tak jauh dari mereka, ada seorang anak yang menangis.

Dengan hati yang iba, beliau pun mendekati anak yang berbaju kumal itu, lalu bertanya, “Wahai anak kecil, mengapa kamu menangis? Mengapa tidak ikut bermain bersama kawan-kawanmu?”

“Wahai Tuan, ayahku telah meninggal saat mengikuti peperangan bersama Rasulullah. Ibuku lalu menikah lagi. Tetapi, bapak tiriku itu lalu mengusirku dari rumah. Kini, aku tidak lagi punya apa-apa. Jangankan rumah, pakaian dan makanan pun aku tak ada,” jawabnya.

Anak itu rupanya tidak menyadari, lelaki yang di hadapannya itu adalah Rasulullah SAW.

Nabi SAW terus mendengarkan keluh-kesah si anak yatim ini.

“Setelah aku diusir, aku tidak berdaya. Padahal, hari ini Idul Fitri. Banyak teman-temanku yang bahagia dengan ayah mereka. Seandainya ayahku masih hidup…” katanya sambil terus menangis.

“Wahai anak kecil,” kata Nabi SAW, “apakah kamu mau ‘Aisyah menjadi ibumu, Ali menjadi pamanmu, Hasan dan Husein menjadi kedua saudara laki-lakimu, dan Fatimah menjadi saudara perempuanmu?”

Untuk sesaat, bocah itu terpaku. Barulah kini ia sadari, sosok di hadapannya itu adalah Rasulullah SAW.

“Bagaimana mungkin aku tidak senang, wahai Rasulullah!” seru sang anak dengan antusias.

Rasulullah SAW pun mengajaknya turut serta. Sesudah shalat id, bocah itu dibawanya pulang ke rumahnya. Beliau memberinya pakaian yang bagus, menyuapinya makan hingga kenyang, dan memberinya minyak wangi. Anak yatim itu lalu keluar rumah Nabi SAW dengan senyum mengambang di wajahnya.

Anak-anak yang tadi sibuk bermain melihatnya penasaran, “Hei, kamu. Bukannya kamu tadi menangis? Mengapa sekarang kelihatan senang sekali?”

“Ya, tadinya aku kelaparan, tapi sekarang aku kenyang. Tadi pakaianku jelek, tetapi kini bagus sekali. Dulu aku anak yatim, tapi kini Rasulullah SAW adalah ayahku, Siti ‘Aisyah adalah ibuku, Hasan dan Husein adalah saudaraku, Ali pamanku, dan Fatimah saudara perempuanku. Bagaimana mungkin aku tidak bahagia?”

Mendengar itu, mereka pun merasa iri. “Andai saja bapak kami syahid saat peperangan, pasti kami sudah seperti engkau.”

Sesudah Nabi SAW wafat, anak itu diketahui sempat kembali terlunta-lunta kehidupannya. Namun, Abu Bakar ash-Shiddiq lantas mengasuhnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement