REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo disebut pernah memberi uang kaget sebesar Rp 5 juta kepada tiga Sekretaris Pribadinya yakni Anggia Tesalonika Kloer, Putri Elok Sukarni dan Fidya Yusri.
Hal tersebut terungkap saat ketiganya dihadirkan menjadi saksi dalam sidang lanjutan perkara dugaan suap terkait pengurusan izin ekspor benih bening (benur) lobster untuk terdakwa mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (18/5).
Awalnya, Jaksa KPK menanyakan perihal uang yang diterima dari ketiga sekretaris. Mereka mengaku menerima uang dari Staf khusus (stafsus) Edhy Prabowo, Andreau Pribadi Misanta. "Waktu itu saya dikasih sama Bang Andreau. Saya tanya ini uang apa, kata pak Andreau 'sudah'," ujar Putri Elok.
Kepada Jaksa, Putri mengaku sempat menolak lantaran menerima uang yang tidak jelas sumbernya itu. Namun, pada saat itu Andreau meyakinkan bahwa semua sekretaris pribadi mendapatkannya.
"Kenapa tidak menolak?, " tanya Jaksa.
"Karena beliau (bilang) semua dapat, oh berarti bukan buat saya saja," jawab Putri Elok.
Saksi lainnya Anggia pun menuturkan hal yamg sama. Senada dengan Anggia, sespri Edhy yang lain, Fidya juga mengakui menerima uang yang sempat ditolak itu. Uang diterima melalui Anggia sekitar Agustus 2020.
"Anggia tiba-tiba kasih titipan kepada saya, ternyata dari Bang Andreau sama nilainya Rp5 juta," ujar Fidya.
Tak hanya memberikan uang kaget, Edhy Prabowo juga disebut membeli buku senulai Rp101 juta. Buku itu untuk disumbangkan ke perpustakaan akademi militer. "Waktu Pak Edhy ada makan siang dengan para taruna akademi militer, beliau sempat menyampaikan ingin memberikan sumbangan 1.000 buku," ungkap Putri Elok.
Putri Elok menuturkan, dia mendapat perintah dari Staf Khusus Edhy Prabowo Putri Tjatur Budilistyani agar sumbangan buku itu terealisasi. Putri Elok menghubungi perusahaan penerbit seperti PT Balai Pustaka dan PT Gramedia.
Nilai pembelian buku sejumlah Rp101.085.600. Pembelian buku dari PT Balai Pustaka senilai Rp44.391.600 dan PT Gramedia sejumlah Rp56.694.000. "Saya memesankan, untuk pembayaran itu melalui Mas Amiril Mukminin (asisten pribadi Edhy)," ujar Putri Elok.
Dalam perkara ini, Jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa mantan Menteri Perikanan dan Kelautan Edhy Prabowo telah menerima suap sejumlah Rp25,7 miliar dari para eksportir benih bening (benur) lobster. Suap itu diduga untuk mempercepat proses persetujuan pemberian izin budidaya lobster dan izin ekspor benih bening lobster kepada para eksportir.
Atas perbuatannya, Edhy didakwa didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.