Rabu 19 May 2021 19:12 WIB

Ekspor Porang RI Naik 40 Persen dalam Lima Tahun Terakhir

Ekspor porang dilakukan oleh 15 provinsi di Indonesia.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Nidia Zuraya
Petani porang (Amorphophallus oncophyllus) menunjukkan tanaman budidayanya dalam polybag (ilustrasi). Ekspor porang Indonesia naik 40 persen dalam lima tahun terakhir.
Foto: Antara/Iggoy el Fitra
Petani porang (Amorphophallus oncophyllus) menunjukkan tanaman budidayanya dalam polybag (ilustrasi). Ekspor porang Indonesia naik 40 persen dalam lima tahun terakhir.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Menteri Perdagangan, Jerry Sambuaga menuturkan, terdapat kenaikan signifikan yang terjadi dalam tren ekspor komoditas porang. Dalam lima tahun terakhir (2016-2020), kenaikan nilai ekspor bahkan mencapai 40,19 persen.

"Salah satu ekspor porang yang terbesar yakni ke China," kata Jerry dalam sebuah webinar, Rabu (19/5).

Baca Juga

Pada 2020 lalu, Kemendag mencatat nilai ekspor porang ke China mencapai 13,28 juta dolar AS atau 67,74 persen dari total nilai ekspor porang. Terbesar kedua diikuti yakni ke Thailand senilai 2,73 juta dolar AS dan diikuti Malaysia 1,45 juta dolar AS.

Adapun ekspor porang dilakukan oleh 15 provinsi. Provinsi yang paling banyak menghasilkan dan mengekspor porang akni Jawat Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat. Jerry mengatakan, hal itu tentu menjadi pegangan bagi pemerintah untuk membuat strategi ke depan dalam meningkatkan ekspor porang.

Meski demikian, ia tak menampik masih terdapat sejumlah hambatan dalam melakukan ekspor. Salah satunya mengenai hal administratif seperti kode harmonized system (HS). Saat ini belum ada kode HS yang khusus untuk komoditas porang sehingga pendataan ekspor porang terbagi ke dalam dua kode HS dan membuat data kurang akurat.

Menurut Jerry, perlu ada upaya diplomasi antar negara untuk menghasilkan kesepakatan satu kode HS untuk porang demi data yang lebih valid.

Selain itu, sejak Juni 2020, porang tidak diperbolehkan masuk ke China karena belum adanya dokumen risk management. Karena itu saat ini baru ada empat negara yang bisa lolos melakukan ekspor yakni Belgia, Korea Utara, Myanmar, dan Jepang.

"Ini penting karena menyangkut strategi bagaimana kita bisa mendapatkan kepastian secara keamanan dan bisa terverifikasi oleh otoritas di sana," kata dia.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement