REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Saat Nabi Muhammad SAW membangun masyarakat Islam di Yastrib, Madinah saat itu, ada tiga kelompok besar yang bernaung di dalamnya. Pertama adalah kaum Muslimin dari kalangan Muhajirin dan Ansar.
Kemudian kaum musyrik yang terdiri dari Bani Aus dan Khajraj. Kelompok ketiga, Yahudi, yang terdiri dari empat golongan: Bani Qainuqa, Bani Nadhir, Khaibar, dan Quraizah.
Dalam Buku Madinah: Kota Suci, Piagam Madinah dan Teladan Muhammad SAW oleh Zuhairi Misrawi dijelaskan demi membangun suatu hubungan baik dan saling bantu di antara mereka, Rasulullah berinisiatif melakukan suatu perjanjian formal antartiga kelompok itu, dan disebutlah Piagam Madinah. Lambat laun, piagam yang dibentuk tahun 622 itu dipandang dunia sebagai yang paling modern di masanya.
Piagam ini banyak diperbincangkan orang, mulai dari kalangan Muslim ataupun non-Muslim. Hal itu mengingat Piagam Madinah yang berhasil membuktikan ensensi Islam berupa perdamaian dan persaudaraan.
Bahkan, bagi sebagian umat Islam, piagam ini menjadi inspirasi perjuangan politik. Itu tercermin dari bab piagam yang menerima perbedaan dan menjadikan kebinekaan sebagai kekuatan.