Jumat 28 May 2021 21:23 WIB

Banyak Sentimen Negatif, Grup Bakrie Dinilai Penuh Tantangan

Banyak Sentimen Negatif, Kinerja Grup Bakrie Diprediksi Masih Negatif

Ilustrasi Pebisnis
Foto: Foto : MgRol_92
Ilustrasi Pebisnis

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah kalangan menilai kinerja Grup Bakrie masih penuh tantangan pada tahun 2021. Alasannya karena kondisi keuangan perusahaan yang menjadi sorotan dengan banyaknya bayang-bayang sentimen negatif. Publik pun diminta harus berhati-hati dalam mengambil keputusan terkait bisnis Grup Bakrie.

"Dari dulu sudah banyak pengalaman buruk terkait Grup Bakrie ini. Jadi publik harus hati-hati," kata Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara di Jakarta, Jumat (28/5).

Meski Grup Bakrie mengklaim akan mampu membayarkan utang dan memperbaiki kinerja seiring dengan peluang kenaikan penguatan harga batu bara, tetapi menurut Marwan, publik tetap harus hati-hati karena perusahaan ini memiliki masalah. Karena sentimen negatif selalu membayangi Bakrie Group mulai utang yang menggunung dan kasus Lapindo yang saat ini masih menjadi preseden buruk. Termasuk juga kasus-kasus yang merugikan nasabah, saham pun sering digadaikan.

"Nah publik harus berhati-hati dalam mengambil keputusan terkait bisnis Grup Bakrie," beber dia.

Dihubungi terpisah, Direktur Energy Watch Mamit Setiawan menilai, masyarakat perlu berhati-hati dengan kondisi yang terjadi di tubuh Group Bakrie, yang hingga memiliki utang yang cukup signigikan.

"Dan kita tahu, banyak usaha dari Group Bakrie yang memang banyak masalahnya juga," beber dia.

Group Bakrie, kata dia, juga memiliki utang kepada pihak-pihak lain, sehingga bila ada pihak yang ingin melakukan investasi perlu menerapkan kehati-hatian. "Bakrie justru punya komitmen terhadap pemerintah yang belum diselesaikan semuanya," kata dia.

Sementara analis pasar modal Lucky Bayu menilai perusahaan Bakrie Group harus segera melakukan restrukturisasi internal terlebih dahulu untuk melakukan optimalisasi asset yang di nilai masih memiliki peluang produktifitas. "Melakukan merger, (penggabungan usaha dengan pihak/partner strategis, agar memungkingkan untuk meningkatkan nilai tambah perusahaan di masa yang akan datang," ujar dia.

Kemudian, kata dia, perusahaan Bakrie Group juga harus merencanakan aksi korporasi agar mendorong minat dan apresiasi investor terhadap harga saham perusahaan dan nilai perusahaan. "Melakukan restrukturisasi eksternal sebagai upaya untuk mempertahankan reputasi perusahaan dan group, untuk memberikan maksud sebagai perusahaan berkelanjutan / sustainable company," kata dia.

Bila memungkinkan perushaan Bakrie Group menjual saham kepada investor atau pihak yang dianggap strategis. Sebagai catatan, PT Bakrie & Brothers Tbk (BNBR), induk bisnis Grup Bakrie, mencatatkan utang hingga triwulan III 2020 senilai Rp 10,18 triliun, yang merupakan utang jangka pendek.

Saat ini perusahaan tengah memproses restrukturisasi utang senilai Rp 10 triliun yang ditargetkan selesai tahun depan agar memperbaiki pembukuan perusahaan. Nilai utang tersebut mengalami kenaikan dibandingkan dengan posisi pada akhir tahun tahun lalu Rp 8,79 triliun. Kenaikan utang tersebut, salah satunya disebabkan oleh selisih kurs yang membesar karena mayoritas utang Bakrie & Brothers dalam denominasi dolar Amerika Serikat.

Berdasarkan catatan Bakrie & Brothers, total utang dalam denominasi mata uang asing per September 2020, mencapai US$ 669 juta atau sekitar Rp 9,45 triliun dengan asumsi kurs Rp 14.134 per US$. Sementara, utang perusahaan dengan denominasi rupiah totalnya Rp 254 miliar.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement