REPUBLIKA.CO.ID, BRASILIA — Regulator kesehatan Brasil, Anvisa menyetujui impor vaksin untuk mencegah infeksi virus corona jenis baru (Covid-19) dari Rusia Sputnik V dan Covaxin dari India. Meski demikian, ada sejumlah syarat yang diberlakukan terhadap kedua vaksin tersebut terkait persetujuan.
Pemungutan suara dilakukan Anvisa setelah ada beberapa negara bagian Brasil yang menolak impor Sputnik V. Penolakan terhadap rencana impor Sputnik V adalah karena kurangnya data yang menjamin keamanan, kualitas, dan efektivitas vaksin ini. Sementara, pada Maret, Covaxin ditolak karena tidak memenuhi standar manufaktur Anvisa.
Sebelumnya, para ahli virologi terkemuka Brasil mendukung keputusan Anvisa yang menghentikan impor Sputnik V karena masalah keamanan bagi orang-orang dengan sistem kekebalan tubuh lebih lemah. Namun, Institut Gamaleya Rusia, yang mengembangkan Sputnik V membantah laporan tersebut.
Sebelumnya, dikatakan bahwa masalah vaksin ini berpusat di sekitar vektor adenovirus atau virus yang biasanya menyebabkan penyakit pernapasan ringan tetapi dalam vaksin dimodifikasi secara genetik sehingga tidak dapat mereplikasi dan diuabh untuk membawa instruksi DNA bagi sel manusia untuk mengembangkan protein lonjakan virus corona jenis baru. Pada gilirannya, ini melatih sistem manusia bersiap jika bertemu secara langsung dengan virus.
Namun, Sputnik V diketahui menggunakan dua vektor adenovirus yang berbeda, yaitu adenovirus tipe 26 (Ad26) dalam suntikan pertama dan adenovirus tipe 5 (Ad5) untuk suntikan kedua. Menurut para ilmuwan, uji sampel suntikan penguat yang dilakukan menemukan bahwa itu adalah replikasi kompeten, mengartikan saat berada dalam tubuh, adenovirus dapat terus berkembang biak.
Para ilmuwan mengatakan kemungkinan besar hal itu terjadi karena masalah produksi yang disebut sebagai rekombinasi. Ini adalah kondisi di mana adenovirus yang dimodifikasi telah mendapat kembali gen yang diperlukan untuk mereplikasi saat sedan tumbuh dalam sel manusia yang direkayasa di laboratorium.