REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengatakan salah satu catatan penting dalam autopsi Pendeta Yeremia Zanambani adalah dugaan bahwa Pendeta Yeremia tewas karena kehabisan darah usai ditembak. Komnas HAM juga menduga ini menunjukkan ada potensi kontak fisik atau body contact.
“Apa yang jadi highlight, inilah sebenarnya nyambung dengan apa yang ditemukan Komnas HAM, waktu itu mengatakan Pendeta Yeremia meninggal karena kehabisan darah akibat luka tembak dalam jarak dekat, kedua ada potensi body contact, potensi tindakan fisik sebelum adanya kematian atau bahkan di antara penembakan itu. Body contact ini sedang diuji,” kata Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM Choirul Anam dalam keterangannya secara daring, Ahad (6/6).
Ia mengatakan, catatan dalam autopsi itu masih harus diuji secara saintifik untuk memastikan apakah Pendeta Yeremia meninggal karena kehabisan darah atau penyebab lain. “Apakah betul ada tindakan-tindakan kekerasan lain di luar soal penembakan itu. Nah, itu diuji secara saintifik dan kami mendapat penjelasan prosesnya bagaimana dan sebagainya, kami apresiasi," terang Anam.
Ia mengatakan, proses ini membutuhkan waktu sekitar satu hingga dua bulan di laboratorium forensik dan saintifik di sebuah universitas di Makassar Sulawesi Selatan, yang tidak disebutkan namanya. Ia mengatakan Komnas HAM akan terus memantau proses tersebut karena semangat transparan dan independen mengungkap kasus sedari awal.
Proses pengungkapan kasus pembunuhan Pendeta Yeremia Zanambani di Kampung Hitadipa, Distrik Hitadipa, Kabupaten Intan Jaya, Papua, pada 19 September 2020, masih terus berlanjut. Setelah sembilan bulan kejadian, ahli forensik dari Makassar dan Pusdokkes Polda Papua melakukan ekshumasi dan autopsi terhadap jenazah Pendeta Yeremia seperti yang diinginkan oleh pihak keluarga.
"Autopsi dilakukan pada Sabtu (5/6), sekitar pukul 09.00 WIT di Hitadipa, Intan Jaya dan memakan waktu 2,5 jam,” kata Anam.
Sebelumnya, Kapolres Intan Jaya AKBP Sandy Sultan mengatakan, pelaksanaan autopsi jenazah Pdt Yeremia berlangsung aman. Ia mengatakan autopsi dilakukan tim forensik dari Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar.
Autopsi disaksikan Ketua TGPF Intan Jaya Benny Mamoto dan Anggota TGPF Pungki Indarti, serta dari Komnas Ham dan keluarga korban. "Alhamdulillah autopsi berlangsung aman dan lancar, " kata Sultan.
Pdt Yeremia Zanambani diduga ditembak oknum TNI saat sedang memberi makan ternak babinya pada 19 September 2020. Autopsi dilakukan setelah keluarga memberikan izin guna memastikan penyebab kematian Pdt. Zanambani.
Sebelumnya, ada tujuh rekomendasi dari Komnas HAM. Pertama, Kematian Pendeta Yeremia Zanambani harus diungkap sampai aktor yang paling bertanggungjawab dan membawa kasus tersebut pada peradilan Koneksitas.
Rekomendasi kedua, Komnas HAM meminta agar proses hukum dilakukan di Jayapura dan atau tempat yang mudah dijangkau dan aman oleh para saksi dan korban. Ketiga, Komnas HAM meminta adanya perlindungan para saksi dan Korban oleh LPSK.
Keempat, Komnas HAM meminta dilakukan pendalaman informasi dan keterangan terkait kesaksian Wakil Danramil Hitadipa, Alpius dan seluruh anggota TNI di Koramil persiapan Hitadipa. Kelima, Pemerintah serta TNI dan Polri harus menciptakan kondisi yang menjamin rasa aman seluruh masyarakat di Hitadipa.
Rekomendasi keenam yakni menghidupkan SD-SMP YPPG untuk kegiatan belajar mengajar yang saat ini digunakan sebagai Pos Koramil Persiapan Hitadipa. Terakhir, Komnas HAM mendorong dan mempercepat kesejahteraan masyarakat melalui pelayanan umum dan publik oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Intan Jaya dan jajaran.