REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV – Israel dilaporkan telah menganggap Mesir bias terhadap kelompok Hamas yang mengontrol Jalur Gaza. Kairo telah disebut-sebut sebagai pihak yang berperan signifikan dalam pencapaian gencatan senjata Israel-Hamas bulan lalu.
Menurut beberapa sumber keamanan Israel, hubungan Mesir dan Amerika Serikat (AS) baru-baru ini membaik. Mesir telah mulai mengambil langkah-langkah positif terhadap Jalur Gaza. Sejumlah sumber itu mengutip dibukanya perbatasan Rafah untuk orang dan barang, serta masuknya peralatan konstruksi berat dari Mesir guna membantu proses rekonstruksi di Gaza.
Menurut situs berita Israel, Walla, langkah-langkah itu diambil meskipun Menteri Pertahanan Israel Benny Gantz menyatakan bahwa tidak akan rekonstruksi Gaza. Israel bahkan menolak gencatan senjata permanen dengan Hamas jika tidak ada kemajuan dalam masalah pertukaran tahanan.
“Mesir jelas bias dengan Hamas dan pejabat Mesir mencari keuntungan finansial besar-besaran dari rekonstruksi Gaza,” kata salah satu sumber di otoritas keamanan Israel, dikutip laman Middle East Monitor pada Senin (7/6).
Pada 4 Juni lalu, Mesir mengirim peralatan konstruksi beserta tim insinyur ke Jalur Gaza. Hal itu dilakukan untuk memulai proses rekonstruksi di sana pasca-perang terbaru selama 11 hari antara Hamas dan Israel. Dalam video yang disiarkan televisi pemerintah Mesir, puluhan buldoser, derek dan truk mengibarkan bendera Mesir berbaris di sepanjang perbatasan untuk mulai menyeberang ke Jalur Gaza. Warga Palestina di Gaza pun menyambut kedatangan mereka dengan semarak.
“Kami bergegas dengan semua uang, peralatan, dan apa yang kami miliki untuk bergabung dengan warga Palestina dalam pembangunan kembali. Setiap Muslim dan setiap orang Mesir ingin mengambil bagian dalam (rekonstruksi),” kata Mahmoud Ismail, salah satu pengemudi truk Mesir saat diwawancara Reuters di Gaza.
Mesir memainkan peran utama dalam menengahi gencatan senjata antara Hamas dan Israel. Kairo pun telah menyatakan akan mengalokasikan 500 juta dolar AS untuk mendanai proses rekonstruksi di Jalur Gaza.
Menurut Kementerian Perumahan Gaza, pertempuran yang berlangsung pada 10-21 Mei lalu telah menghancurkan 1.500 unit rumah. Sebanyak 1.500 unit rumah lainnya rusak dan tak dapat diperbaiki. Sementara 17 ribu bangunan lainnya mengalami kerusakan sebagian. Seorang pejabat di Kementerian Perumahan Gaza menyebut biaya pembangunan kembali dapat mencapai 150 juta dolar AS.