Jumat 11 Jun 2021 15:16 WIB

Studi: Pasien Covid Jalani Karantina Alami Gangguan Mental

Studi menyebut para pasien alami gangguan mental yang lebih bahaya dari Covid-19

Rep: Haura Hafizhah/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Seorang petugas menempelkan cap stempel di tangan seorang jurnalis foto untuk karantina (ilustrasi). Studi mengungkapkan para pasien Covid-19 yang datang ke unit gawat darurat rumah sakit dari karantina hotel menderita keadaan darurat kesehatan mental daripada Covid-19. Mereka mengaku mengalami pikiran kecemasan, ide bunuh diri dan psikologis akut.
Foto: AP Photo/Rafiq Maqbool
Seorang petugas menempelkan cap stempel di tangan seorang jurnalis foto untuk karantina (ilustrasi). Studi mengungkapkan para pasien Covid-19 yang datang ke unit gawat darurat rumah sakit dari karantina hotel menderita keadaan darurat kesehatan mental daripada Covid-19. Mereka mengaku mengalami pikiran kecemasan, ide bunuh diri dan psikologis akut.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Studi mengungkapkan para pasien Covid-19 yang datang ke unit gawat darurat rumah sakit dari karantina hotel menderita keadaan darurat kesehatan mental daripada Covid-19. Mereka mengaku mengalami pikiran kecemasan, ide bunuh diri dan psikologis akut. 

"Banyak dari mereka dalam penelitian ini memang memiliki kebutuhan kesehatan mental yang sudah ada sebelumnya. Kami juga perlu mempertimbangkan mengapa orang bepergian dan akhirnya dikarantina. Apakah karena kematian atau penyakit parah dalam keluarga atau kembali dari negara dengan beban Covid-19 yang tinggi? itu semua adalah faktor yang mungkin berkontribusi terhadap tingginya tingkat kecemasan dan ide bunuh diri," kata Ahli Epidemiologi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sydney Alexandra Martiniuk dikutip dari theguardian.com, Jumat (11/6).

Kemudian, ia melanjutkan terdapat kasus dimana seseorang yang mendapatkan vaksin Pfizer, lalu terkena Covid-19 saat itu meninggal karena bunuh diri dalam sistem karantina hotel di Australia. "Yang mengatakan, karantina tentu saja dapat memperburuk kesehatan mental yang buruk dan tentu saja kami dapat berbuat lebih banyak untuk memperbaikinya," kata dia.

Diketahui, para peneliti melakukan studi retrospektif presentasi gawat darurat oleh pasien yang dirujuk dari hotel karantina akomodasi kesehatan khusus di Sydney selama 1 Juni hingga 30 September 2020. 

Mereka menemukan bahwa dari 2.774 orang yang terdaftar untuk akomodasi di hotel, 461 diajukan setidaknya sekali ke departemen darurat Royal Prince Alfred, dengan total 542 presentasi darurat. Dari jumlah tersebut, 13 pasien atau 2,8 persen didiagnosis dengan Covid-19, tidak ada yang memerlukan perawatan intensif.

Tetapi kategori diagnosis gawat darurat yang paling sering adalah kesehatan mental, dengan 102 presentasi atau 19 persen pasien karantina hotel kesehatan yang datang ke gawat darurat.  Ini adalah lima kali proporsi untuk semua presentasi departemen darurat di Australia yaitu 3,6 persen.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement