Sabtu 12 Jun 2021 10:34 WIB

PBB Peringatkan Semakin Intensifnya Kekerasan Di Myanmar

Konflik bersenjata masih berlanjut termasuk di Negara Bagian Kayah, Chin dan Kachin.

Rep: lintar satria zulfikar/ Red: Hiru Muhammad
Para siswa tiba di sekolah dasar Min Gan pada hari pertama tahun ajaran baru, di Sittwe, Negara Bagian Rakhine, Myanmar, 01 Juni 2021.
Foto: EPA-EFE/STRINGER
Para siswa tiba di sekolah dasar Min Gan pada hari pertama tahun ajaran baru, di Sittwe, Negara Bagian Rakhine, Myanmar, 01 Juni 2021.

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA--Kepala Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia (OHCHR) Michelle Bachelet memperingatkan kekerasan di seluruh Myanmar semakin buruk. Bachelet mengecam pemerintah militer sebagai satu-satunya yang bertanggung jawab atas bencana hak asasi manusia.

Dalam pernyataannya Jumat (12/6) Bachelet mengatakan sejumlah laporan menyebutkan konflik bersenjata masih berlanjut termasuk di Negara Bagian Kayah, Chin dan Kachin. Kekerasan terjadi di wilayah yang dihuni banyak masyarakat dari etnis dan agama minoritas.

"Tampaknya tidak ada upaya untuk menurunkan eskalasi tapi membangun sejumlah pasukan di wilayah-wilayah kunci, bertolak belakang dengan komitmen militer pada ASEAN untuk menggelar gencatan senjata," kata Bachelet seperti dikutip Aljazirah, Ahad (12/6).

"Ini baru empat bulan lebih Myanmar bergerak dari demokrasi yang rentan menjadi bencana hak asasi manusia, kepemimpinan militer adalah satu-satunya yang bertanggung jawab atas krisi ini dan harus bertanggung jawab," katanya.

ASEAN memimpin upaya internasional untuk mengatasi krisis di Myanmar. Sejak militer di negara itu mengguling pemerintahan yang sah pada 1 Februari lalu. Kekuasaan militer diwarnai unjuk rasa setiap hari yang dibalas dengan penindakan keras. Berbagai kelompok masyarakat juga menggelar mogok selama junta berkuasa.

Aksi mogok tersebut melumpuhkan perekonomian Myanmar yang sudah didera krisis akibat pandemi. Kini juga terjadi berbagai bentrokan antara angkatan bersenjata dan etnik minoritas di daerah-daerah perbatasan. 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement