Rabu 16 Jun 2021 06:11 WIB

Dana Pilkada dari Uang Bansos Juliari yang Baru Terkuak

Uang tersebut digunakan untuk membantu pemenangan Pilkada PDIP di Kendal.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Andi Nur Aminah
Direktur Eksekutif Perludem, Titi Anggraini
Foto: Republika TV/Havid Al Vizki
Direktur Eksekutif Perludem, Titi Anggraini

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) PDIP Kendal, Ahmad Suyuti, mengaku pernah menerima uang dari mantan menteri sosial Juliari Batubara sebesar 48 ribu dolar Singapura. Uang tersebut digunakan untuk membantu pemenangan PDIP di Kendal dalam pemilihan kepala daerah (pilkada).

Hal tersebut diungkap Ahmad Suyuti saat dihadirkan sebagai saksi dalam sidang lanjutan perkara dugaan suap pengadaan bantuan sosial (bansos) sembako Covid-19 dengan terdakwa Juliari di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (14/6). Lalu, bagaimana pengakuan ini bisa berimbas terhadap hasil pilkada setelah proses pemilihan selesai?

Baca Juga

Menurut anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini, sayangnya Undang-Undang (UU) tentang Pilkada tidak mengatur ketentuan penyelenggaraan pilkada bisa diberlakukan saat proses pemilihan sudah berakhir. Apalagi, ketika pasangan calon kepala daerah terpilih sudah dilantik.

"Sehingga terhadap perbuatan yang dilakukan Juliari tidak bisa diberlakukan ketentuan UU Pilkada," ujar Titi kepada Republika.co.id, Selasa (15/6).

Dia melanjutkan, ketika sudah terpilih kemudian calon kepala daerah dan wakilnya dilantik, regulasi yang berlaku adalah UU tentang Pemerintahan Daerah. Ada ruang kosong dalam ketentuan penyelenggaraan pilkada yang tidak mampu menangani penyimpangan pembiayaan kampanye yang diketahui setelah penetapan calon terpilih.

Kondisinya berbeda apabila proses persidangan membuktikan ada keterlibatan calon tersebut dalam tindak pidana sehingga statusnya menjadi terpidana. Jika seorang kepala daerah atau wakil kepala daerah berstatus terpidana, bisa diberhentikan berdasarkan UU Pemerintahan Daerah.

Di samping itu, uang yang mengalir dari hasil korupsi untuk kepentingan pilkada pun memang sulit terdeteksi KPU dan teridentifikasi pengawasan Bawaslu. Sebab, tindakan tersebut terjadi di ruang gelap dan tidak terjadi secara formal.

"KPU dan Bawaslu selama ini bekerja berdasarkan mekanisme formal dan tidak memiliki instrumen untuk mampu menelusuri transkasi ilegal dan praktif koruptif dari para calon," kata Titi.

Dia menegaskan, selama ini harus diakui pengawasan dana kampanye hanya mendasarkan pada laporan yang disampaikan peserta pilkada kepada KPU. Audit yang dilakukan akuntan publik pun hanya sekadar proses administratif bukan berupa audit investigatif sehingga tak mampu mengungkap kebenaran dari laporan dana kampanye yang disampaikan tersebut.

Sebelumnya, kepada Jaksa KPK, Suyuti mengaku menerima uang dari Juliari melalui staf ahli Kemensos, Kukuh Ari Wibowo, di Hotel Grand Candi, Semarang, Jawa Tengah, pada awal November 2020. Keduanya saat itu bertemu dalam kegiatan Program Keluarga Harapan (PKH).

"Saya dipanggil Mas Kukuh, 'Mas sini Mas, di sekitaran situ aja. Ini (uang) Mas, untuk membantu kegiatan DPC dan PAC (Pimpinan Anak Cabang)," ungkap Suyuti.

Sebelum pertemuan itu, ia juga sempat dihubungi pejabat pembuat komitmen (PPK) Adi Wahyono yang menyebut ada titipan dari Juliari. "Itu (informasi Juliari menitipkan uang) dari Mas Adi saja," kata Suyuti.

Suyuti sempat meminta uang itu ditransfer antar-rekening. Namun, karena jumlahnya terlalu banyak, akhirnya diputuskan untuk diserahkan secara langsung melalui Kukuh dalam bentuk dolar Singapura.

"Berapa banyak uang yang diberikan?" tanya Jaksa Ikhsan Fernandi. "Empat puluh delapan ribu dolar Singapura (sekitar Rp 508 juta) yang menyerahkan Kukuh, saya kantongi saja," ungkap Suyuti.

Setelah menerima uang tersebut, Suyuti mengaku langsung membawanya untuk didiskusikan lebih lanjut bersama dengan pengurus DPC lainnya. Akhirnya, mereka sepakat menggunakan uang itu untuk membantu kemenangan pasangan yang diusung PDIP, yakni Tino Indra Wardono-Amukh Mustamsikin. "Monggo ayo kita gunakan dalam rangka untuk pemenangan Pilkada ini," kata Suyuti menerangkan.

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement