REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi III DPR mencecar Kepala Polri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dengan sejumlah isu yang menjadi perhatian publik dalam rapat kerja kedua instansi pada Rabu (16/6). Di antaranya, terkait keberadaan barang bukti narkoba yang dinilai tidak transparan dan penanganan terorisme yang diduga melanggar hak asasi manusia (HAM).
Sepanjang tahun ini, Polri telah mengamankan narkoba senilai Rp 11,66 triliun, di antaranya 7,6 ton narkoba jenis sabu, 2 ton ganja, dan 7,3 kilogram heroin. Anggota Komisi III DPR Habib Aboe Bakar Al Habsyi meminta Polri transparan, terbuka, dan menjelaskan kepada publik terkait barang bukti tersebut.
"Masyarakat bertanya-tanya kemana barang (bukti) tangkapan narkoba karena setiap penangkapan yang disampaikan selalu dalam jumlah besar," kata Aboe Bakar dalam Rapat Kerja Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (16/6).
Akhir Mei sampai Juni 2021, Satnarkoba Polda Metro Jaya bersama Polres Jakarta Pusat mengamankan narkoba jenis sabu seberat 1,129 ton di wilayahnya. Sementara, akhir pekan lalu, Satresnarkoba Polresta Banjarmasin mengamankan 135,02 kilogram sabu. Dalam rapat tersebut, Kapolri Listyo mengatakan, institusinya total mengungkap 19.229 kasus narkoba dengan menangkap 24.878 tersangka selama tahun ini. Ia mengeklaim menyelamatkan 39,24 juta jiwa dari penyalahgunaan narkoba.
Aboe mendukung langkah Polri menangkap dan mengungkap kasus penyalahgunaan narkoba tersebut. Namun, Polri harus menyampaikan secara terbuka bagaimana proses penghangusan barang bukti tersebut. Ia khawatir masyarakat terus mencurigai barang bukti narkoba tersebut hanya berputar di satu tempat.
"Orang curiga barang bukti narkoba muter-muter saja di sana atau diputar kembali. Orang bertanya itu karena tangkapan (narkoba) selalu dalam jumlah besar, kemana barang bukti itu?" cecar Sekjen PKS itu.
Menanggapi itu, Listyo menegaskan tak main-main dengan peredaran narkoba. Ia mengeklaim akan memecat anggota kepolisian yang terbukti memakai, mengedarkan, atau menjual kembali barang bukti.
"Saya minta untuk Pak Kadiv Propam dan seluruh Kapolda, yang seperti ini urusannya hanya proses dan pecat. Sudah tidak ada yang lain," ujar Listyo.
Ia menjelaskan, selama ini barang bukti tersebut dimusnahkan sehingga tak ada penyalahgunaan. Pemusnahan juga melibatkan Propam yang bertugas mengawasi serta berkoordinasi dengan instansi lain yang terlibat. "Dilakukan pengecekan. Sehingga kemudian bisa dipastikan, kemudian dalam pelaksanaannya, setelah selesai akan dibuatkan berita acara," ujar Listyo.
Menurut dia, masuknya narkoba ke Indonesia tidak terlepas dari pengaruh sindikat narkoba internasional, yaitu Sindikat Golden Triangle, Sindikat Golden Crescent, dan Sindikat Indonesia-Belanda. "Penegakan hukum terhadap peredaran narkoba akan terus kami lakukan sebagai upaya pemberantasan dari hulu. Ke depan Polri akan mengupayakan dengan kegiatan Kampung Tangguh Narkoba," kata dia.
Selain soal narkoba, Aboe juga mencecar soal penindakan terorisme. Aboe berpesan kepada Listyo agar selama penindakan, tak terjadi pelanggaran HAM. Menurutnya, persoalan HAM menjadi salah satu yang harus diperhatikan Polri.
"Ini penting, jangan sampai kita main tangkap-tangkap, tapi pelanggaran HAM-nya terlalu tinggi. Apa langkah-langkah institusi Polri, khususnya kepemimpinan Pak Sigit untuk mengatasi masalah-masalah teroris, tapi tidak melanggar HAM?" ujar Aboe.
Namun, tanggapan Listyo terhadap pertanyaan itu tak disampaikan secara langsung dalam rapat kerja, melainkan diberikan secara tertulis. Meski begitu, Listyo berulang kali menegaskan akan berusaha mewujudkan transformasi Polri yang memenuhi keadilan di masyarakat.
"Tentunya kami perlu masukan-masukan dari masyarakat untuk kemudian akan terus memperbaiki diri," ujar Listyo.
Tersangka terorisme
Sepanjang 2021, Polri telah menangkap 217 tersangka kasus terorisme. Delapan di antaranya meninggal dunia. "Sebanyak 209 dalam proses penyidikan dan delapan tersangka dilakukan tindakan tegas terukur," ujar Listyo.
Polri, kata dia, juga melakukan pendekatan persuasif untuk menagkal paham radikalisme dan intoleran di banyak wilayah. Salah satunya dengan bekerja sama dengan organisasi masyarakat yang berbasis keagamaan.