REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Merpati Nusantara Airlines (MNA) (Persero) mengirim surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo terkait persoalan pemenuhan pesangon mantan pegawai MNA.
Mantan pilot MNA Eddy Sarwono mengatakan, saat ini eks karyawan MNA mengharapkan bantuan presiden dalam memberikan kejelasan persoalan tersebut. "Para eks karyawan tidak mengharapkan tanda jasa, kami hanya memohon perhatian dari pemerintah," kata Eddy dalam konferensi video, Rabu (23/6).
Terlebih menurutnya selama ini, misi MNA adalah sebagai jembatan udara Nusantara yang merintis membuka daerah-daerah terpencil di Indonesia. Dia mengatakan, MNA bukan BUMN yang hanya berorientasi pada profit.
"Kami hanya ingin kejelasan tentang hak-hak kami sebagai eks karyawan untuk menunjang hidup di masa tua kami,” ujar Eddy.
Ketua Paguyuban Pilot Ex Merpati Anthony Ajawaila mengharapkan dengan surat terbuka yang dikirim pada 17 Juni 2021 maka upaya para anggota dapat berhasil. Anthony mengatakan, saat ini semua solusi seolah terkunci dan satu-satunya jalan keluar adalah adanya kebijakan pemerintah agar masalah pesangon karyawan MNA dibayarkan.
"Harapan kami, Bapak Presiden Jokowi yang memiliki kuasa penuh lewat kebijakannya mampu memastikan pembayaran hak pesangon dan hak pensiun karyawan MNA ini bisa terpenuhi. Kami sangat berharap Presiden Jokowi dapat membantu kami," tutur Anthony.
Hak normatif tersebut yakni cicilan kedua uang pesangon 1.233 pegawai sejumlah Rp 318,17 miliar serta nilai hak manfaat pensiun berupa solvabilitas 1.744 pensiunan sebesar Rp 94,88 miliar.
Sebelumnya, Menteri BUMN Erick Thohir mengakui saat ini sedang mengkaji 19 BUMN yang memang sudah mati suri sejak 2008. Tujuh di antaranya rencananya akan dibubarkan.
"BUMN yang di bawah penanganan PPA memang sudah dari 2008 itu mati suri. Jadi, yang dibubarkan bukan BUMN yang beroperasi," kata Erick di Kementerian BUMN, Selasa (4/5).
Erick menjelaskan, langkah tersebut tidak sembarangan. Dia menilai, perlu dilakukan langkah kejelasan terkait nasib BUMN ini ke depan daripada tidak memberikan kepastian.
"Kalau enggak ada kepastian, nanti kita dzolim dong. Apalagi, BUMN saat ini harus bisa bersaing. Kalau BUMN yang memang mati suri seperti itu, mana bisa bersaing," ujar Erick.
Erick mencontohkan beberapa BUMN yang memang sudah mati suri dan masuk dalam tahap kajian pembubaran yakni PT Industri Gelas (Persero) atau Iglas, PT Kertas Leces (Persero), PT Merpati Nusantara Airlines, dan PT Kertas Kraft Aceh (Persero) atau KKA.