REPUBLIKA.CO.ID, ABIDJAN -- Pengadilan Pantai Gading menjatuhkan hukuman penjara seumur hidup kepada mantan pemimpin pemberontak dan perdana menteri Guillaume Soro, pada Rabu (23/6). Dia dipenjara dengan tuduhan merencanakan kudeta terhadap Presiden Alassane Ouattara pada akhir 2019.
Vonis ditetapkan setelah Soro yang telah berada di pengasingan di Eropa selama sekitar dua tahun, didakwa dengan konspirasi dan percobaan serangan terhadap otoritas negara. Pengacara Soro sebelumnya mengatakan tuduhan itu bermotif politik dan tidak ada bukti yang menunjukkan kliennya bersalah.
Dua terdakwa lainnya yang merupakan rekan dekat Soro yaitu Souleymane Kamagate dan Affoussy Bamba dijatuhi hukuman 20 tahun. Sementara dua saudara laki-laki Soro dan mantan ajudannya Alain Lobognon mendapat hukuman penjara 17 bulan atas tuduhan mengganggu ketertiban umum.
Pengadilan juga memerintahkan penyitaan aset Soro dan 19 rekan terdakwanya serta pembubaran Generasi dan Gerakan Solidaritas karena tindakan subversif. Pengadilan juga memerintahkan kepada para terdakwa untuk membayar denda senilai 179 juta dolar AS ke negara bagian Pantai Gading.
Kasus tersebut telah meningkatkan ketegangan di Pantai Gading. Soro, yang dianggap populer di kalangan penduduk muda, menjabat sebagai perdana menteri dan ketua parlemen di bawah Ouattara. Namun Soro dan Ouattara berselisih ketika presiden menjelaskan dia akan menentang ambisi bawahannya mencalonkan diri sebagai presiden.
Soro didakwa mengobarkan pemberontakan sipil dan militer ketika ia berencana kembali ke negara itu pada Desember 2019 untuk mencalonkan diri sebagai presiden. Soro adalah salah satu dari sekitar 40 kandidat yang dilarang mencalonkan diri dalam pemilihan Oktober 2020. Hal ini membuat Ouattara memenangkan masa jabatan ketiga yang kontroversial dengan meraih 94 persen suara.
Oposisi kemudian memboikot pemungutan suara. Mereka mengatakan masa jabatan ketiga Ouattara melanggar batas dua masa jabatan yang sah dan merusak proses demokrasi negara itu. Kubu presiden mengatakan amandemen konstitusi pada 2016 mengatur ulang batas dua masa jabatan presiden menjadi nol sehingga memungkinkan Ouattara untuk mencalonkan diri lagi.