REPUBLIKA.CO.ID, Enam tentara berseragam berdiri dengan kepala tertunduk saat seorang imam memimpin shalat di sebuah masjid kecil di pangkalan militer Prancis, di Libanon selatan. Di sebelah mereka ada lukisan berbingkai ayat-ayat Alquran.
Setelah shalat berjamaah, mereka yang terdiri dari lima pria dan satu wanita, kembali ke tugasnya masing-masing di pangkalan militer. Mereka baru saja merayakan bulan suci Ramadhan sekaligus Hari Raya Idul Fitri. Selama Ramadhan, mereka terkadang buka puasa bersama orang-orang beragama Kristen.
Keadaan tersebut tampak kontras dengan situasi di Prancis sendiri, di mana Islam dan dan posisinya di lingkungan masyarakat membentuk garis patahan yang semakin terpecah. Bagi seorang Muslim di Prancis, mempraktikkan agama mereka tidak pernah semudah itu.
"Toleransi yang kami temukan di angkatan bersenjata, kami tidak menemukannya di luar," kata 2nd Master Anouar (31 tahun), yang menjadi anggota militer 10 tahun lalu. Sesuai aturan militer Prancis, hanya nama depannya yang dapat diidentifikasi, dilansir dari BDNews 24.
Selama dua dekade terakhir, karena populasi Muslim Prancis telah mencari peran yang lebih besar di negara itu, para pejabat Prancis sering mencoba membatasi Islam di bawah sekularisme Prancis yang semakin ketat, yang dikenal sebagai laicite.