REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON – Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengimbau Amerika Serikat (AS) mencabut semua sanksi terhadap Iran. Hal itu sejalan dengan kesepakatan nuklir 2015 atau Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA).
“Saya mengimbau AS mencabut atau mengabaikan sanksi yang digariskan dalam kerangka tersebut,” kata Guterres saat berbicara di Dewan Keamanan PBB, Selasa (29/6).
Pada kesempatan itu, dia turut mendesak Washington memperpanjang keringanan terkait perdagangan minyak dengan Iran. Guterres pun meminta AS memperbarui keinginan untuk proyek non-proliferasi nuklir.
Seruan Guterres terhadap AS muncul di tengah pembicaraan untuk menghidupkan kembali JCPOA. “Saya yakin bahwa pemulihan penuh JCPOA tetap merupakan cara terbaik untuk memastikan bahwa Republik Islam Iran tetap secara eksklusif damai,” kata Guterres.
JCPOA adalah kesepakatan yang dibuat antara Iran dengan negara kekuatan dunia, yakni AS, Prancis, Inggris, Jerman, Rusia, dan Cina. JCPOA mengatur tentang pembatasan aktivitas atau program nuklir Iran. Sebagai imbalannya, sanksi asing, termasuk embargo terhadap Teheran, dicabut.
Namun, JCPOA retak dan terancam bubar setelah mantan presiden AS Donald Trump menarik negaranya dari kesepakatan tersebut pada November 2018. Trump berpandangan JCPOA "cacat" karena tak turut mengatur tentang program rudal balistik dan peran Iran di kawasan. Trump kemudian memberlakukan kembali sanksi ekonomi terhadap Teheran.
Sejak saat itu, Iran mulai menangguhkan komitmen yang dibuatnya dalam JCPOA, terutama tentang pengayaan uranium. JCPOA mengatur Iran hanya diizinkan memperkaya uranium hingga 3,67 persen. Baru-baru ini Iran mengumumkan sedang melakukan pengayaan hingga 60 persen. Badan Energi Atom Internasional (IAEA) mengonfirmasi proses tersebut.